Sunday, March 31, 2013

SERUAN DARI HATI YANG DALAM KEPADA SAUDARA-SAUDARAKU DI IAPDIKA:



Buat Teman-Teman IAPDIKA


Terharu rasanya menyaksikan perjuangan saudara-saudaraku yang penuh semangat dan antusias untuk melestarikan nilai-nilai pendidikan, dakwah dan moral yang pernah dibangun Gurutta selama hidupnya. selama berinteraksi langsung dengan kawan kawan di Sulawesi dan di Jakarta dalam dua minggu terakhir termasuk dengan yang di Kaltim dan Kalsel walaupun hanya lewat telpon, cukup mengesankan betapa besarnya nilai-nilai persaudaraan antara anak anak gurutta untuk bersama-sama melestarikan nilai-nilai positif yang telah ditanamkan oleh gurutta kepada kita semua.

Beruntunglah saudara-saudaraku yang masih sadar akan pentingnya mengembalikan nilai-nilai positif yang telah ditanamkan gurutta dan kepadamulah kami titipkan amanah besar ini serta dukungan dan doa dari kami selalu menyertai saudaraku semua semoga seluruh upaya yang saudara lakukan mendapat ridho dan berkah dari Allah AWT. Dan mohon maaf yang setinggi-tingginya kepada teman-teman yang pernah hidup di DDI Kaballangang atau di tempat lain yang sampai saat ini masih abu abu dan diam diam bahkan bungkam seribu bahasa jika saya menganggap anda sebagai orang yang tidak memiliki tanggung jawab moral terhadap Gurutta apalagi menyudutkan putra-putra biologis Gurutta.

Banyak sekali hal-hal yang terlantar di Kaballangang dan tidak menjadi concern para tokoh-tokoh DDI dan Ponpes Kaballangang; buku-buku Gurutta yang di sia-siakan, photo wajah mulia Gurutta yang tidak ditempatkan pada tempat yang layak, Kaligrafi ayat-ayat suci Alqur'an yang diperintahkan Gurutta agar ditulis di dinding-dinding rumah gurutta termasuk kaligrafi “Ashabul Kahfi” kebanggan Gurutta yang terukir besar dibagian teras depan rumah Gurutta, yang semuanya sudah tdak ada, kamar gurutta yang sepertinya kandang ayam, ruang tamu gurutta yang berantakan seperti rumah hantu menunjukkan kelalaian besar terhadap upaya melestarikan peninggalan Gurutta.

Kejarlah jabatan setinggi-tingginya sobatku tapi jangan lupa menghormati nilai-nilai gurutta, carilah posisi sebanyak-banyaknya tapi jangan lupa kewajiban-kewajiban terhadap amanah gurutta. Yakinlah bahwa anda akan sampai kepada suatu titik jenuh mengejar pangkat dan jabatan serta harta itu, dan yakinlah bahwa hanya orang-orang yang berhati bersih, ikhlas, sosial dan penuh pengabdian akan damai dan tenteram.

Ingatlah bahwa teman-temana anda yang sedang berjuang dalam IAPDIKA dan berusaha melestarikan nilai-nilai gurutta adalah mereka yang kalian anggap “buta hurup” tentang DDI, tapi sadarlah bahwa mereka mempunyai niat yang tulus, hati yang bersih untuk membangun sistem pendidikan dan dakwah dalam lingkup DDI yang suci, ikhlas semata mata karena Allah. Ingatlah bahwa kami tidak bangga karena anda menjabat posisi penting di pemerintahan apalagi kalo anda merecoki teman-teman IAPDIKA.

Ingatlah kami juga tidak bangga karena anda menjadi intelek dan akademis apalagi kalo merecoki putra-putra gurutta, kami hanya akan berbangga jika anda objective menilai permasalahan di DDI dan tidak dikungkung atau didoktrin oleh sebuah kepentingan semu. Percayalah kami tidak akan membiarkan anda berbicara tentang Gurutta atau DDI selama anda tidak menyadari bahwa nilai-nilai moral, pendidikan dan dakwah yang pernah ditanamkan gurutta kepada semua anak-anaknya selama hidupnya sudah tidak ada lagi di DDI sekarang ini.
salam hormat dari manila, philippines

Thursday, March 28, 2013

MENJELANG TUMBANGNYA REZIM ORDE BARU DDI:



Disentegrasi Kepemimpinan Ditubuh Ormas DDI
Alumni DDI Mangkoso '90 (Pengamat IAPDIKA)
Meminjam istilah mantan presiden Mesir Mr. Anwar sadat: “Al-umamu lan tataqaddama wa qulubuhum mutafarriqah” (Bangsa tidak akan maju selama idealisme berbeda-beda), nampaknya inilah yang terjadi ditubuh organisasi massa (ormas) terbesar di Indonesia Timur “Darud Dakwah wal-Irsyad (DDI) ini.

Awal disentegrasi kepemimpinan di tubuh oraganisasi rintisan Gurutta Ambo dalle dan ulama-ulama besar Sulawesi Selatan ini bermula - kalau tidak salah ingat – pada tahun 1989,  dan mu'tamar DDI yang diselenggarakan pada tahun itu merupakan pemicu utama terjadinya disentegrasi kepemimpinan DDI tersebut. Namun, saat itu masih tetap terjalin penyatuan di antara mereka pada level ikatan emosinal terhadap Gurutta Ambo Dalle sebagai tokoh sentral.

Maka dari muktamar DDI ’89, memunculkan tiga kubu besar di dalam kepemimpinan DDI: Pertama, kubu Prof. Dr. Abdul Muiz Kabry (status quo);  kedua, kubu Mangkoso (ingin mengembalikan kepemimpinan DDI ke tangan ulama); dan ketiga, adalah kubu abu-abu (tidak menentukan pilihan atau tidak mengerti apa-apa).


Kubu Muiz Kabry, yaitu penguasa tunggal LBBP (Luar Biasa dan Berkuasa Penuh) DDI sepeninggal Gurutta Ambo Dalle, yang pada rezim Soeharto dikenal sangat mesra dengan orde baru sehingga kelompok ini juga sering disebut sebagai “Kubu Orde Baru DDI”, peran lobi-lobi kubu ini sangat signifikan di dalam kancah kekuasaan (Nasional dan Locol), maka tidak heran kelompok ini banyak menempati posisi-posisi penting dalam pemerintahan, termasuk menanamkan budi kepada pengikut-pengikutnya untuk mendukung dan melanggengkan kekuasaannya. Dan menganggap dirinya lebih menguasai sistem managerial dalam menjalankan roda organisasi, serta merasa lebih layak memimpin DDI ke arah yang lebih baik dan maju.

Namun, seiring dengan perjalanan waktu, popularitas kubu ini semakin menurun, bahkan surut nyaris ketitik nol. Hal ini diakibatkan oleh kejenuhan pengikut-pengikutnya karena sudah terlalu lama dipuncak kekuasaan dan tidak menjanjikan sesuatu perubahan yang mendasar, yang ditonjolkan adalah arogansi-arogansi yang berlebihan, sampai keluar ungkapan-ungkapan yang tidak senonoh dari penggede-penggede kubu ini seperti “langkahi dulu mayat saya”, dan lain sebagainya yang tidak pantas keluar dari seorang ulama dan tokoh masyarakat.

Bahkan sebagian dari pendukung-pendukung setia kubu ini semakin resah dan prihatin menyaksikan kemunduran yang di alami DDI dari berbagai dimensinya, mulai dari moral menjalankan organisasi yang arogan; penyalah gunaaan (menghilangkan) aset-aset murni DDI; penggunaan dana-dana umat yang tidak transparan; mengekalkan kekuasaan; alergi terhadap pembaharuan dan regenerasi; serta lain sebagainya. Yang semuanya – na’uzubillah – bertujuan untuk menguasai DDI sebagai “milik sendiri”.

Contoh yang paling konkrit pada kasus ini adalah Pesantren Kaballangang, selama sekita 20 tahun mereka menancapkan taring-taring kekuasaan di Kaballangang ternyata pesantren kebanggaang Gurutta Ambo Dalle ini, bukannya mengalami kemajuan menggembirakan tetapi justru sebaliknya, terpuruk sampai keliang paling rendah neraka jahannam. Maka dari sinilah awalnya, terutama setelah reuni akbar alumni Kaballangang akhir 2012 lalu, yang melahirkan kelompok dinamis baru yang menamakan dirinya “Ikatan Alumni Pesantren DDI Kaballangang (IAPDIKA)”.

Lalu dari reuni IAPDIKA terakhir inilah timbul kemarahan-kemarahan yang keluar dari nurani para alumni pontren ini,  yang rata-rata mereka adalah kelompok anak-anak muda profesional sukses dan mapan dari segi materi dan finansial, mereka pasimis dan prihatin melihat pesantren dan simbol-simbol kebanggaan mereka yang ada di dalam pesantren itu terbengkalai, tidak terurus bahkan sebagian sudah tidak berfungsi dan menghilang dari tempatnya.

Kemarahan alumni ini akhirnya berkembang menjadi obrolan hangat di antara para alumni, simpatisan, dan pemuka-pemuka DDI, yang tercermin dari maraknya situs-situs alumni di jejaring sosial (Facebook, Tweeter, Blog, dan Web Site khusus), seperti Grup “Ikatan Passelle Pasau-na Gurutta Ambo Dalle” ini, dan sebelumnya telah ada grup “Komunitas Anak-anak kaballangang”, dan lain-lain. Dan semuanya meneriakkan perubahan dan regenerasi ditubuh organisasi DDI, dengan mengusung slogan “Menyongsong Purnama DDI 2014”.

IAPDIKA sendiri sebagai lokomotif gerakan ini, dari semenjak terbentuknya hingga kini tidak pernah berhenti berjuang (siang dan malam) untuk merealisasikan perubahan yang paripurna ditubuh ormas DDI ini. Mereka intensif mengadakan pertemuan-pertemuan rutin dan tidak rutin di antara anggota seperti RAKERNAS I di Jakarta, dan pertemuan Mamuju yang dirangkaikan dengan penerimaan tanah wakaf 10 Ha dari simpatisan DDI untuk pembangunan pesantren modern.

Mengadakan silaturahim ke tokoh-tokoh besar DDI, simpatisan dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya; membentuk koordinator-koordinator wilayah seperti IAPDIKA Regional Jabodetabek dan Sektor Luar Negeri; IAPDIKA Regional Sulbar; IAPDIKA Regional Kaltim; IAPDIKA Regional Kalsel; IAPDIKA Regional Batam; dan lain-lain. Dan merekayasa lembaga “Passelle Pasau” yang diharapkan mampu mengemban amanah luhur Gurutta Ambo Dalle untuk memakmurkan DDI ke masa purnamanya yang gemilang. Serta mematangkan konsep paten untuk memenangkan “Passelle Pasau” secara konstitusi di muktamar DDI 2014 mendatang.

Adapun kubu Mangkoso, yang kala itu dimotori oleh Gurutta (alm) AGH. Abdul Wahab Zakaria, MA, beliau dan kubunya mengingkan DDI dipimpin oleh ulama dan intelektual Islam yang ada di DDI, dan nama-nama besar yang ada pada saat itu, yang telah bersedia menerima titah dari Gurutta Ambo Dalle adalah Dr. AGH. Rusdy Ambo Dalle, Prof.  AGH. Faried Wajedi, MA, Prof. Dr. AGH. Abdur Rahim Arsyad, MA, dan Prof. Dr. AGH. Andi Syamsul Bahri Galigo.

Namun karena situasi muktamar saat itu memanas dan pemilihan pemimpin tertinggi DDI berjalan cukup alot, sehingga para peserta muktamar sepakat menyerahkan keputusan final dan tertinggi kepada Gurutta Ambo Dalle untuk menunjuk langsung “Passelle Pasau”-nya guna melanjutkan perjalanan roda Ormas DDI setelah beliau. Maka kubu Mangkoso yakin bahwa Gurutta sudah menyiapkan kandidat Passelle Pasau yang akan di baiat bersama.

Akan tetapi detik-detik menjelang pengumuman final Gurutta Ambo Dalle di atas podium kehormatan muktamar, tiba-tiba datang Muiz Kabry menghampiri Beliau dan membisikinya bahwa seorang Menteri dari Jakarta datang ingin menemui Gurutta padahal itu hanya isapan jempol belaka dan tidak ada Menteri yang datang melainkan hanya akal-akalan Muiz saja. Nah, ketika Gurutta pergi meninggalkan podium untuk menemui Menteri bohongan tersebut, maka saat itulah dimanfaatkan oleh kubu Muiz Kabry mengadakan pemelihan tidak fair dan tanpa sepengetahuan Gurutta, yang memilih Muiz Kabry sebagai Pemimpin tertinggi DDI pasca Gurutta Ambo Dalle.

Maka kenyataan inilah dibaca oleh kubu Mangkoso bahwa ada konspiraci terselubung yang telah mengotori kemurnian  demokrasi ditubuh Ormas DDI. Dan ketidak puasan inilah yang memicu kubu Mangkoso memilih muparaqah dan tidak membaiat pengurus DDI hasil rekayasa Muiz. Walaupun demikian mereka masih tetap taat patuh kepada Gurutta Ambo Dalle. Dan mereka tidak berusaha mengadukan kecurangan ini kepada Gurutta dan Gurutta sendiri kelihatannya tidak mempermasalahkan pilihan baru peserta muktamar ini, sehingga banyak yang beranggapan bahwa diannya Gurutta adalah ridhonya.

Terakhir kubu ketiga adalah kelompok abu-abu, mereka umumnya tidak mengetahui permasalahan, mungkin karena kedekatan emosional sebagai teman atau sekampung atau faktor kepentingan, maka mereka memihak kepada kubu Muiz dengan taqlid buta, tetapi kelompok ini sudah mulai mencoba mengorek informasi dari berbagai pihak untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya. Maka dengan adanya wadah “Ikatan Passelle Pasau-na Gurutta Ambo Dalle (IPPAD) Center” yang dibuat oleh saudara KITA, Uwwae,,,,, Insya Allah, kita bisa saling sharing informasi guna mendapatkan pencerahaan tentang nilai-nilai DDI dan Gurutta Ambo Dalle yang sebenarnya, SEMOGA!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Facebook Badge

MyBukukuningLink

Bertukar link?



Copy kode di bawah masukan di blog anda, MyBukukuning akan segera linkback kembali. TRIMS!

Super-Bee

Popular Posts

BOOK FAIR ONLINE

Book Fair Online

PENGOBATAN LANGSUNG DENGAN HERBAL ALAMI:

BURSA BUKU IAPDIKA: "KASIH SANG MERPATI" (Rp 25.000)

animated gifs
Info | KLIK: DI SINI | By IAPDIKA

IAPDIKA GALERI:

animated gifs
Info: | KLIK: DI SINI | By IAPDIKA