Mengurusi Ummat Itu Menyenangkan
Berbicara soal seorang tokoh kharismatik ulama di sulsel, maka semua akan
merujuk kepada seorang tokoh ulama sulsel asal Kab. Maros yakni Anre Gurutta
Haji (AGH) KH.Sanusi Baco Lc.
Maklum saja lelaki yang lahir 4 April 1937 ini sudah puluhan tahun bergelut
dengan dunia dakwah. Bahkan sejak memasuki bangku sekolah menengah pertama
sudah mulai mondok pesantren di Darud Da’wah wal Irsyad (DDI) Ambo Dalle selama
delapan tahun.
Dipesantren inilah, Sanusi Baco muda digembleng untuk menjadi seorang juru
dakwah yang handal dalam menyebarkan ajaran-ajaran Islam. Ilmu agamanya yang
diperoleh di pesantren semakin diperdalam dengan terus berguru pada kyai-kyai
yang ada pada masa itu. Hingga akhirnya hijran ke Makassar untuk meneruskan
pendidikannya di Universitas Muslim Indonesia (UMI).
Dikampus ini Sanusi Baco berhasil meraih gelar Sarjana Muda (BA). Di kampus
UMI pula, sanusi mulai aktif berorganisasi dengan menjadi pengurus Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Yang kemudian di percaya pemerintah untuk
melatih para mahasiswa untuk ikut berjuang membebaskan Irian barat.
“Saat itu dipanggil ke Malino untuk melatih mahasiswa yang akan ikut
berjuang dalam pembebasan Irian Barat, meski saya sendiri selalu berdoa agar
tidak di ikutkan,” ujarnya sambil tertawa mengenang masa mudanya.
Dia mengakui bahawa berawal dari PMII dirinya sudah mulai tertarik
berorganisasi, sehingga berbagai kegiatan organisai kepemudaan dan keagamaanpun
diikutinya. Inilah yang juga menjadi modal utamannya untuk menjadi pemimpin
dari para ulama dan kyai di sulsel. Bayangkan saja selama 15 tahun mengurusi
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sulsel dan NU Sulsel.
Bagi ayah 8 orang anak ini, mengurusi ummat merupakan kebahagian sendiri.
Itulah yang menjadi alasan utamanya sehingga tetap bertahan untuk mengurusi
organisasi keagamaan.
“Mengurusi ummat itu menyenangkan, dan kekayaan seorang ulama itu bukalah
uang, tapi adalalah ummat,” ujarnya saat ditanya alasannya terjun ke organisasi
ke agamaan.
Dia mengaku mengabdikan hidup bagi ummat merupakan impiannya sejak kecil,
karenanya begitu jalan terbuka. Totalitas hidupnya diperuntukkan dalam
mengurusi ummat.
Tekadnya ini memang tidak disangsikan lagi, karena di usianya yang sudah
masuk 73 tahun ini, dia masik aktif berceramah dan mengajar. Belajar dari
Gusdur dan Haji Kalla.
Memastikan diri untuk terjun totalitas mengurusi ummat dengan afliasi ke
salah satu organisasi keagamaan bukanlah tanpa sebab. Meski sejak mahasiswa
sudah bergabung dengan PMII,lelaki yang suka membaca ini mulai mengenai NU saat
dalam perjalanan menuju ke Kairo Mesir pada tahun 1963. Saat itu kakek dari 7
cucu ini mendapatkan beasiswa dari pemerintah untuk melanjutkan studinya di
Universita Al Azhar.
Saat itulah dia mengenal cucu dari pendiri NU, yakni KH.Abdulrahman Wahid
yang lebih dikenal dengan Gusdur. Saat dalam perjalanan dengan menggunakan
kapal laut, pensiunan dosen di IAIN Makassar ini berkenalan dengan Gusdur yang
juga akan melanjutkan studinya di Al-Alzhar. Perjalanan yang tempuh selama
sebulan lebih itu, digunakan untuk berdiskusi dan bertukar pikiran dengan
Gusdur. Disinilah juga dia mengenal NU.
“Gusdur itu moderat dan terbuka, suka membaca dan hampir waktunya
dihabiskan untuk membaca,” ujarnya.
Persahabatannya dengan Gusdur terus berlanjut, baik saat kuliah di Al-Azhar
maupun setelah pulang dari Mesir. Di Al-Azhar bersama Gusdur, dirinya menjadi
pengurus Mahasiswa yang berada di Al-Alzhar. Hanya saja kebersamaan mereka di
Al-Azhar tidak berlangsung lama, karena Sanusi Baco harus kembali ke Indonesia,
begitu dia berhasil meraih gelar sarjana. Keinginannya untuk melanjutkan ke S2
batal, karena dia minta kembali ke Indonesia setelah dirinya mendaftarkan diri
untuk menjadi pasukan melawan tentara Israel.
Hari-hari Sanusi Baco pun disibukkan dengan menjadi dosen di IAIN Makassar
serta menjadi pengajar di beberapa sekolah dan pondok pesantren. Namun
kesibukan menjadi seorang pendidik tidak menghentikan langkahnya untuk
berdakwah dan mengurusi ummat.
Bersama Haji Kalla (ayah Jusuf Kalla), dimana Haji Kalla menjadi bendahara
Masjid Raya Makassar dari Yayasan Masjid Raya yang salah satu kegiatannya
melakukan pengkaderan ulama. Sarjana agama dari IAIN ia rekrut di tempat ini
untuk dididik menjadi ulama. Mereka diberi fasilitas seperti tempat menginap di
belakang rumah Haji Kalla.
Haji Kalla mengundang Gurutta Sanusi Baco untuk tinggal di Masjid Raya dan
diberi kepercayaan me-mimpin Masjid Raya. Tidak cuma itu, Gurutta Sanusi Baco
juga sekali seminggu diminta berceramah di kantor NV Hadji Kalla.
Di masjid itulah, Gurutta Sanusi Baco mengisi hari-harinya bersama istri
yang dinikahinya pada 1968. Setelah memiliki anak kelimanya lahir pada 1976,
Gurutta Sanusi Baco meminta izin kepada Haji Kalla untuk pindah ke rumahnya
sendiri di Jl. Pongtiku yang terletak di belakang Masjid Lailatul Qodri
Makassar. Kemudian terakhir pindah ke Jl. Kelapa Tiga, sehingga dakwahnya
semakin meluas. Beberapa tahun kemudian Sanusi Baco pun menjadi Ketua Yayasan
Masjid Raya Makassar. Tradisi pengkaderan ulama terus dilanjutkan.
“Saat ini sudah ada 14 angkatan dari pendidikan ulama yang di lakukan oleh
masjid raya,” ujarnya.
Suami dari Dra. Hj. Aminah (alm) mengungkapkan bahwa pengkaderan ulama itu
sangat penting karena saat ini orang-orang yang paham dan mengerti agama
(ulama) sudah banyak yang wafat. Sehingga diperlukan adanya regenasi ulama
untuk melanjutkan penyebaran ajaran-ajaran islam.
Berharap MUI Lebih Baik Lagi
Sebagai panutan ummat dan kyai yang penuh kharismatik Ketua Yayasan Masjid
Raya Makassar ini berharap agar para ulama yang bernaung di bawah MUI bisa
bersama-sama membesarkan organisasi ini. Dengan menjadikan MUI sebagai
organisasi keagamaan yang memiliki kharimatik dan menjadi panutan, dimana
fatwa-fatwanya benar-benar untuk kepentingan ummat,sehingga fatwa tersebut juga
di dengar oleh ummat.
Rais Syuriah PWNU Sulawesi Selatan ini menilai bahwa hidup adalah
perjuangan, penuh dengan probelematika sehingga harus dihadapi. Selain itu juga
dalam menjalani hidup harus berani mengambil keputusan.
“Inilah yang selalu saya tanamkan kepada anak-anak, agar mereka tidak takut
dalam menghadapi hidup,” ujarnya.
Karena prinsip ini pula, mantan Rektor Universitas Al-gazali ini, Tahun
2001 Gurutta Sanusi Baco memberanikan diri untuk mendiri-kan pesantren
Nahdlatul Ulum. Gagasan awalnya dimulai ketika Jusuf Kalla memiliki program
untuk membiayai kuliah santri-santri berprestasi ke perguruan tinggi unggulan
di seluruh Indonesia. Dari inisiatif itu, Jusuf Kalla mewakaf-kan tanah seluas
4 hektar di Maros yang beberapa tahun lalu diwakafkan menjadi pesantren milik
NU.
Kini pondok pesantren Nahdlatul Ulum, sudah berada di beberapa daerah seperti
Jeneponto dan Takalar. Kemudian mendirikan kampus Universita Al-Gazali yang
kini menjadi Universita Islam Indonesia Makassar.
Kini di usianya yang semakin senja, tidak membuatnya berhenti untuk
berdakwa. Dengan semangat untuk melayani ummat, lelaki yang menyukai lari pagi
ini masih saja melayani panggilan ceramah hingga ke daerah-daerah.
Ulama yang dikenal sebabgai sosok yang moderat dan toleran ini hanya
berharap suatu saat nanti akan hadir ulama-ulama yang bisa membawa kebajikan
bagi semua ummat manusia di muka bumi ini. Menurutnya sikap moderat dan toleran
tidak boleh mengorbankan aqidah serta harus tetap mempertahankan
prinsip-prinsip agama.
Biodata:
- Nama : AGH Sanusi Baco LC
- Lahir : Maros 4 April 1937
- Istri : Dra.. Hj. Aminah Sanusi
- Anak : 8 orang
- Pendidika :
- S1 Universitas Al-Azhar Kairo –Mesir
- BA Univesitas Muslim Indonesia
- Ketua Umum MUI sulsel
- Rais Syuriah PWNU Sulawesi Selatan
- Ketua yayasan masjid raya Makassar. [KM02]
Salinan Dari Sumber Asli: Kabarmakassar.com
No comments:
Post a Comment