ORASI
ILMIAH
DAN KULIAH UMUM
Oleh:
Rusdy Ambo Dalle
بسم
الله الرحمن الرحيم
السلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد
لله الذي بنعمته تتم الصالحات والصلاة والسلام على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه
أجمعين، أما بعد!
قال
الله تعالى: "قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ
يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ"
Artinya:
“Katakanlah! Apakah sama orang-orang yang berpendidikan dengan
orang-orang yang tidak berpendidikan? Sesungguhnya orang yang cerdas hanyalah
mereka yang mempunyai hati yang cemerlang”.
(QS. Azzumar: 9)
Saudiri
Rektor Universitas
Al Asyariah Mandar (UNASMAN)
yang
saya hormati, Ketua Yayasan Al Asyariah
Mandar yang saya hormati, Bupati Polewali Mandar yang saya hormati, Koordinator
Kepertis Wilayah VIII Sulawesi dan Papua yang saya hormati, Koordinator Kopertis
Wilayah IX Sulawesi yang saya hormati, hadirin yang saya muliakan, serta para
mahasiswa UNASMAN
yang saya cintai.
Pertama,
perkenankan saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas kepercayaan yang
diberikan kepada saya
untuk menyampaikan kuliah umum dan orasi ilmiah pada acara wisuda sarjana
Universitas Al Asyariah Mandar tahun ini.
Bagi
saya UNASMAN ini masih merupakan satu tubuh yang tidak terpisahkan dari DDI, dan
roh DDI masih kuat bersemayam di dalam tubuh kampus ini. Hanya saja mungkin
karena arus globalisasi dan dapak dari pemakaran daerah serta kondisi lain
sehingga nama DDI tidak lagi terpasang di belakang nama kampus. Dan itu adalah
pilihan yang tidak bisa dihindarkan. Bagaimana pun, menurut saya nama DDI
dipasang atau tidak dipasang di sebuah lembaga pendidikan bukanlah suatu
masalah, tetapi yang paling penting adalah nilai-nilai ke-DDI-an tertanam
mewarnai segala aktifitas lembaga itu.
Hadirin
yang saya hormati,
Pendidikan,
sebagaimana pernah dikemukakan oleh R.J. Menges, adalah keseluruhan proses dalam
rangka membantu manusia menapaki kehidupannya. Dalam konteks yang demikian,
pendidikan menempati posisi yang sangat sentral dan strategis dalam rangka
membangun kehidupan manusia baik kehidupan individu maupun sosial yang
diharapkan mampu memposisikan manusia dalam kehidupan yang plural. Posisi
sentral dan tantangan yang berat sejalan dengan semakin kompleksitasnya roda
kehidupan manusia menyongsong era global.
Perguruan
Tinggi Darud Da’wah wal-Irsyad (PT DDI), sebagai salah satu institusi
penyelenggara pendidikan di tanah air, tidak luput dari berbagai tantangan yang
harus dihadapinya. Tantangan tersebut antara lain berupa timbulnya aspirasi dan
idealitas masyarakat yang multi-interest dan multi-kompleks, terutama dalam
menghadapi dan memenuhi kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Dengan demikian PT DDI
tidak lagi menghadapi kehidupan yang simplisistis, melainkan amat
kompleks.
Mencermati
fenomena yang demikian orasi ilmiah ini mencoba menelaah sekaligus mengkritisi
berbagai tantangan yang dihadapi PT DDI, serta memberikan beberapa pemikiran
mengenai langkah strategis yang mungkin bisa
dilakukan.
Liberalisasi
Pendidikan
Sudah
majemuk,
bahwa dengan datangnya era globalisasi menyebabkan liberalisasi di segala
bidang. Liberalisasi ini sangat memungkinkan
terjadinya kesenjangan, ketegangan dan konflik dalam berbagai bidang kehidupan.
Hal ini karena liberalisasi dalam satu bidang secara otomatis akan berpengaruh
pada bidang yang lain.
Demikian
pula liberalisasi di bidang pendidikan yang sedang ramai diperbincangkan dewasa
ini, tak lepas dari pengaruh liberalisasi di bidang-bidang yang lain. Ada
perkembangan pemahaman yang memandang bahwa pendidikan adalah salah satu sektor
publik dan dipandang sebagai bagian yang tidak terlepaskan dari komoditi
ekonomi. Kalau dahulu pendidikan hanya dianggap sebagai kegiatan non komoditi
ekonomi, sekarang pendidikan dipandang sebagai bagian integral dari biro jasa.
Oleh karenanya, pendidikan pada saat ini memegang peran penting dalam
perdagangan.
Meskipun
dalam konteks Indonesia, persoalan liberalisasi pendidikan masih menjadi silang
pendapat, namun dapat dipastikan bahwa liberalisasi pendidikan akan menjadi
sebuah keniscayaan. Liberalisasi pendidikan akan menjadi arus utama dunia di
masa depan seiring dengan globalisasi. Di Malaysia, saat ini telah berdiri
sebuah lembaga pendidikan internasional dari Australia dan Inggris. Demikian
juga dengan di Indonesia, tidak lama lagi diprediksikan akan mengalami hal
serupa. Terlebih, menurut catatan Tim Koordinasi Bidang Jasa WTO (World Trade
Organization), telah ada permintaan 6 (enam) negara anggota WTO, yakni
Amerika Serikat, Cina, Selandia Baru, Australia, Jepang dan Korea Selatan agar
Indonesia segera melakukan liberalisasi sektor pendidikan. Di samping enam
negara tersebut, sudah ada beberapa lembaga pendidikan tinggi asing yang
beroperasi di Indonesia, seperti Politeknik Swis, Swiss German School dan
sebagainya.
Dengan
demikian, dunia pendidikan tinggi di Indonesia, termasuk PT DDI
saat
ini, sedang menghadapi tiga skala tuntutan, yaitu skala global, nasional, dan
tuntutan dalam lingkup PT DDI
itu
sendiri. Tuntutan pada skala global di antaranya berupa tuntutan kualitas,
relevansi, dan internasionalisasi pendidikan tinggi. Hal tersebut seiring dengan
tuntutan yang digariskan oleh UNESCO kepada perguruan tinggi- perguruan tinggi
di dunia. Persoalan kualitas dan relevansi barangkali bukan persoalan baru,
tetapi mengenai internasionalisasi pendidikan tinggi telah menjadi perhatian
serius di kalangan para praktisi dan pemikir pendidikan.
Dalam
konteks ini, PT DDI
mau
tidak mau harus mempersiapkan diri dalam menghadapi arus liberalisasi pendidikan
ke depan. Terlebih, bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat global tidak
dapat bebas bersikap, karena terikat dengan kesepatakan-kesepatan
dunia.
Pada
skala nasional, saat ini masyarakat telah mengalami perubahan dalam memandang
pendidikan. Kalau dahulu pendidikan hanya dianggap sebagai sarana untuk memenuhi
kebutuhan dasar akademik manusia, bisa baca-tulis-hitung, saat ini pendidikan
dipandang sebagai investasi (human invesment). Tidaklah berlebihan, jika
saat ini masyarakat menuntut PT DDI sebagai sebuah institusi yang akan mampu
mencetak lulusan yang tangguh, berkualitas, dan sanggup bersaing dengan yang
lain.
Selain
itu, realitas kualitas sumberdaya manusia Indonesia yang dipandang kurang
dibanding bangsa-bangsa lain, maka tuntutan peningkatan kualitas perguruan
tinggi termasuk PT DDI
menjadi
hal yang sangat wajar dan rasional. Sebagaimana dilaporkan sebuah
sumber
mutu pendidikan Indonesia berada pada posisi paling buruk di kawasan Asia
Tenggara. Demikian halnya dalam hal daya saing, peringkat Indonesia juga sangat
rendah. Indonesia memiliki peringkat ke-41 dari 46 negara di antara
negara-negara yang diteliti. Bahkan untuk skala Asia, peringkat daya saing
berada pada posisi paling rendah. Posisi Indonesia di bawah India, Thailand,
Filipina, dan Malaysia. Sedangkan menurut laporan UNDP, kualitas sumberdaya
manusia Indonesia berada pada urutan 102 dari 162 negara yang disurvei.
Secara
internal, perguruan tinggi dituntut senantiasa menata diri baik dengan
menyatukan langkah seluruh anggota civitas akademikanya dalam mengantisipasi
perubahan dan tantangan ke depan. Dalam konteks PT DDI, penting untuk melakukan
refleksi dalam rangka reorientasi PT DDI sebagai landasan filosofis bagi upaya
gerakan dan penyatuan langkah bagi seluruh anggota civitas akademika. Di samping
itu, penataan secara internal yang menyangkut aspek managemen, administrasi,
organisasi, pengembangan akademik, adalah hal penting lainnya yang harus segera
dilakukan.
Berkenaan
dengan hal ini, diskursus ilmiah tentang karakteristik PT DDI, epistemologi
pengembangan keilmuan, dan sosok lulusan yang dihasilkan harus menjadi tema
sentral. Konseptualisasi hal-hal tersebut harus dilakukan sebab konsep tersebut
akan menjadi dasar kebijakan pengembangan PT DDI lebih lanjut mulai dari tataran
konsep abstrak, seperti visi dan misi, struktur kelembagaan, struktur kurikulum
di setiap fakultas, jurusan dan program studi, sampai pada arah dan strategi
pembinaan dan pengembangan dosen, mahasiswa dan seluruh
civitasnya.
Perputaran
roda kehidupan, telah mengantarkan manusia untuk menapaki kehidupan barunya
yaitu di awal milenium ketiga. Banyak trend dan estimasi yang dilontarkan oleh
para pemikir dan futurolog baik yang bernada optimis maupun pesimis. Di
antaranya adalah Alvin Toffler dengan “Future Schock, Powershift
atau The Thrid Wave”, John Naisbitt dan Patricia Aburdene dengan
“Megatrend 2000″, Michael Poster dengan “The Competitive Advantage of
Nation” dan Kenichi Ohmae dengan “The borderless World”.
Inti
dari prediksi dan estimasi tersebut adalah pada milenium ketiga ini akan terjadi
pergeseran dan perubahan kehidupan sosial yang maha dahsyat, sehingga terjadi
apa yang disebut dengan cultural and social discontinuity. Perubahan yang
akan terjadi 100 tahun mendatang nampak akan melampaui perubahan yang terjadi
1000 tahun lalu baik dari segi dampaknya, kecepatannya, luasnya dan pentingnya.
Masyarakat dunia akan mengalami fenomena baru di mana seluruh tatanan sosial
akan didominasi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Globalisasi
menyebabkan liberalisasi dalam berbagai bidang kehidupan, baik bidang politik,
budaya, ekonomi dan ilmu pengetahuan-teknologi.
Khusus
Ilmu
pengetahuan dan teknologi selain berperan dalam memacu proses globalisasi,
berperan juga untuk dipengaruhi perkembangan globalisasi. Globalisasi
menyebabkan IPTEK harus dikonsumsi oleh banyak komunitas. Kemajuan IPTEK tidak
lagi hanya diukur dalam inovasi-inovasi untuk dirinya sendiri, tetapi sejauh
mana ia bermanfaat secara lebih luas bagi masyarakat. Dalam konteks inilah,
menjadi tidak dapat dihindari bahwa seiring dengan globalisasi inovasi-inovasi
IPTEK yang mudah dikonsumsi dan dirasakan masyarakat menjadi niscaya. Di samping
itu, sosialiasi penggunaannya menjadi hal yang tidak dapat
dihindarkan.
Dengan
demikian tugas PT DDI menjadi sangat jelas, yakni menyiapkan para lulusannya
memiliki kualitas dan kemampuan handal yang mampu bersaing, tidak hanya ahli di
bidang ilmu agama saja, akan tetapi juga di bidang ilmu-ilmu lain yang
dibutuhkan oleh pasar.
Hadirin
yang saya hormati,
Kemungkinan
Langkah Strategis
Dalam
rangka merespon tantangan PT DDI di era global maka
konsep “paradigma baru” bagi PT DDI di seluruh Indonesia merupakan
suatu keharusan. Paradigma
baru itu mau tidak mau, melibatkan
reformasi besar
yang
mencakup
perubahan
kebijakan
yang lebih terbuka, transparan, dan akuntabel.
Dalam
konteks itu, misi dan fungsi PT
DDI secara
lebih spesifik dapat dipetakan
pada beberapa langkah strategis yang mungkin bisa dilakukan,
antara lain; Pertama, kebijakan nasional yang mengacu pada
pengembangan kualitas sumber daya manusia secara terus-menerus, dan harus
diaplikasikan secara sungguh-sungguh serta berkelanjutan. Kemauan politik dan
aksi politik untuk menopang kebijakan ini sangat penting dalam menciptakan SDM
yang memiliki keunggulan kompetitif dalam skala global. Sektor pendidikan harus
difungsikan sebagai ujung tombak untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas, agar memiliki unggulan kompetitif dalam berbangsa dan bernegara di
tengah-tengah kehidupan dunia global.
Kedua,
kepemimpinan yang handal dan visioner. Tipe pemimpin seperti ini, biasanya
memiliki ciri utama: berkarakter, berkarisma, berkompeten dan berkomitmen
terhadap lembaga yang dipimpinnya. Kepemimpinan ini mencakup semua lini dalam
sebuah perguruan tinggi. Kepemimpinan yang demikian, sangat penting dalam rangka
menjadi kekuatan penggerak bagi dinamika dan pengembangan sebuah institusi. Di
era yang sarat dengan berbagai perubahan yang cepat seperti sekarang ini,
tampilnya pemimpin yang handal dan visioner di sebuah perguruan tinggi tidak
bisa ditawar-tawar lagi.
Ketiga,
membangun dan memperluas jaringan kerjasama (networking). Secemerlang
apapun sebuah ide yang digagas para pemimpin sebuah perguruan tinggi, ia tidak
akan berarti jika perguruan tinggi itu tidak membangun jaringan kerjasama
(networking). Terlebih dalam era global seperti sekarang ini, membangun
dan memperluas jaringan kerjasama adalah sebuah keniscayaan dalam pengembangan
sebuah sekolah tinggi. Melalui kerjasama ini, diharapkan akan membuka
isolasionalisme PT DDI di tengah kondisi masyarakat yang semakin global dan
saling terkait satu dengan lainnya. Di samping itu, dengan kerjasama berbagai
kendala institusional barangkali akan menjadi semakin mudah untuk
diatasi.
Keempat,
sudah menjadi pandangan umum jika kebesaran sebuah perguruan tinggi, tidak
terkecuali PT DDI, tidak sekedar ditentukan oleh seberapa banyak mahasiswanya,
seberapa megah kampusnya, bagaimana fasilitas yang dimiliki, dan seterusnya.
Tetapi, kebesaran sebuah sekolah tinggi akan sangat ditentukan dan diukur oleh
seberapa banyak penelitian berkualitas yang telah dihasilkan oleh perguruan
tinggi itu. Penelitian adalah tolak ukur moral akademik, demikian kata Umar A.
Jenie.
Oleh
karena itu, dalam pengembangan PT DDI ke depan domain penelitian ini harus
menjadi hal yang penting. Telah dipaparkan di atas, dalam era globalisasi di
mana perkembangan IPTEK menjadi hal yang niscaya, maka inovasi-inovasi dan
kreatifitas dalam bidang keilmuan menjadi hal yang niscaya. PT DDI pun harus
mampu menjadi salah satu pengemban pengembangan berbagai keilmuan. Dalam konteks
inilah “penelitian” menjadi sebuah hal yang tidak bisa
dinafikan.
Kelima,
dalam konteks pendidikan, termasuk PT DDI, terdapat sifat yang diharapkan dari
pendidikan, yakni keputusan pendidikan selalu mengacu ke masa depan. Perhitungan
yang kita buat adalah seberapa jauh pemikiran dan langkah tindakan pendidikan
merupakan sesuatu yang dibutuhkan di masa yang akan datang. Pendidikan merupakan
usaha mempersiapkan manusia untuk kehidupan masa depan. Pendidikan Islam, dengan
demikian, harus berfungsi sebagai “anticipatory learning institutions”.
PT DDI harus mampu menjadi produsen bagi ketersediaan sumber daya manusia yang
tangguh, cerdas secara intelektual, sosial dan spiritual, memiliki dedikasi dan
disiplin, jujur, tekun, ulet dan inovatif. Sekurang-kurangnya manusia seperti
inilah yang harus dipersiapkan oleh pendidikan Islam, kalau kita berharap PT DDI
mampu bersaing di era kontemporer seperti sekarang
ini.
Keenam,
mengembangkan paradigma inklusif dan multikultural. Dalam era kesejagadan ini,
persentuhan antar kebudayaan berbagai bangsa di dunia menjadi hal yang niscaya.
Tuntutan untuk bersikap terbuka dan saling toleransi menjadi hal yang tidak bisa
ditawar lagi. Rasulullah telah mengajarkan kepada umat Muslim tentang prinsip
integrasi sosial untuk membangun sebuah masyarakat yang berkeadaban (civil
society). Islam menjadikan rujukan nilai, pengetahuan dan tindakan bagi para
penganutnya untuk berta’aruf dengan kelompok lain di masyarakat yang berbeda
latar belakang agama, sosial dan budaya. Prinsip seperti inilah yang hendaknya
ditransformasikan dan dijadikan paradigma dalam pengembangan PT DDI ke depan.
Dalam masyarakat (nasional maupun internasional) yang demikian majemuk,
pendidikan Islam perlu dikemas dalam watak multikultural, ramah menyapa
perbedaan budaya, sosial dan agama, sehingga hal-hal yang bersifat
kontraproduktif akan dapat dihindarkan. Setidaknya hal inilah yang patut
diperhatikan dalam rangka pengembangan perguruan tinggi, khususnya PT
DDI.
Untuk
memanage perubahan tersebut perlu bertolak dari visi yang jelas, yang
kemudia dijabarkan dalam misi, dan didukung oleh
skill, insentif, sumber daya (fisik dan non-fisik, termasuk SDM), untuk
selanjutnya diwujudkan dalam rencana kerja yang jelas. Dengan
demikian, akan terjadilah perubahan. Jika salah satu aspek saja
ditinggalkan,
maka akan mempunyai ekses tertentu. Misalnya, jika visi ditinggalkan
atau
dalam
pengembangan PT
DDI tidak
bertolak dari visi yang jelas, maka akan
berakibat
hancur, sebagaimana
pada
“Model
Pengembangan PT
DDI”
yang kami sorot berikut:
Visi
|
Misi
|
Skill
|
Insentif
|
Sumber
daya
|
Rencana
kerja
|
Perubahan
|
---
|
Misi
|
Skill
|
Insentif
|
Sumber
daya
|
Rencana
kerja
|
Hancur
|
Visi
|
---
|
Skill
|
Insentif
|
Sumber
daya
|
Rencana
kerja
|
Bingung
|
Visi
|
Misi
|
---
|
Insentif
|
Sumber
daya
|
Rencana
kerja
|
Cemas
|
Visi
|
Misi
|
Skill
|
---
|
Sumber
daya
|
Rencana
kerja
|
Perubahan
Lambat
|
Visi
|
Misi
|
Skill
|
Insentif
|
---
|
Rencana
kerja
|
Frustasi
|
Visi
|
Misi
|
Skill
|
Insentif
|
Sumber
daya
|
---
|
Awal
Keliru
|
Hadirin
yang saya hormati,
Kesimpulan:
Upaya
mewujudkan PT DDI yang mampu menghadapi berbagai tantangan di era global, masih
memerlukan kerja keras oleh semua pihak, baik yang terlibat langsung maupun
tidak langsung. Upaya-upaya ini bisa dilakukan di antaranya dengan peningkatan
kualitas sumber daya yang ada, perluya dukungan kebijakan nasional, perubahan
paradigma, kepemimpinan yang visioner, memperluas jaringan kerjasama, dan
pengembangan di bidang penelitian. Hanya dengan kerja keras inilah PT DDI ke
depan akan mampu bersaing dan menghadapi berbagai tantangan yang
ada.
Khusus
UNASMAN
yang kita cintai ini, saya selaku Ketua Umum PB
DDI
berharap UNASMAN ke depan akan menjadi menara yang tinggi untuk mengembangkan
nilai-nilai moral Gurutta Ambo Dalle dan mengangkat nama besar DDI di Sulawesi
Barat ini.
من
الله المستعان وعليه التكلان
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
NOTE: Orasi Ilmiah dan Kuliah Umum disampaikan oleh Ketum PB DDI pada acara Wisuda Sarjana Ke-XIII UNASMAN DDI di Polman SULBAR (04/05/2015).
No comments:
Post a Comment