Ivan A Hadar: Pesantren Memiliki Posisi Unik
Oleh: Helmi Ali
Di dunia ini tidak banyak negeri yang memiliki
tradisi pesantren, kata Dr. Ivan Hadar, Pembicara ke tiga dalam Dialog
Nasional, Graha Pena, Makassar, yang diselenggerakan Alumni Kaballangang (25/5)
lalu. Selain di Indonesia, hanya di India dan Srilanka ada pesantren; tetapi
bentuk dan tradisinya berbeda dengan yang ada di Indonesia. Pesantren sudah
dikenal sejak dari zaman Hindu, tetapi bentuk dan tradisinya yang khas
Indonesia mulai dikenal sejak zaman Islam masuk ke Indonesia, dan bertahan
sampai sekarang.
Pesantren itu unik. Di Pesantren hidup dan
dipraktekkan nilai-nilai agama (kejujuran, keikhlasan dan kemandirian). Posisi
pesantren mulai tergeser ke pinggir ketika pemerintahan Penjajah Belanda mulai
mengenalkan sekolah modern. Tetapi tetap merupakan alternative bagi masyarakat
luas; karena sekolah-sekolah modern lebih elitis, melayani kebutuhan pendidikan
kelas atas. Bahkan pernah ada upaya, Deklarasi Solo (tahun 1935), yang mendapat
dukungan luas, untuk menjadikan pesantren sebagai basis pendidikan nasional.
Ki Hajar Dewantoro sendiri membangun Taman Siswa
dengan mensintesakan pendidikan modern dan pesantren; pengembangkan sekolah
berasrama, dengan pendekatan pedagogik Maria Montessori dan Rabindranath
Tagore. Juga ada Kayu Tanam di Sumatera Barat, yang dikembangkan dengan konsep
kurang lebih sama Taman Siswa.
Sampai pada masa kemerdekaan Pesantren tetap berada
di pinggiran. Bahkan, sejak zaman orde baru, dipaksa mengikuti model pendidikan
nasional, yang pendekatannya terlalu umum dan seragam. Maka pesantren pun
seperti kehilangan roh. Orientasi pendidikan nasional tampaknya hanya
melahirkan pekerja otak.
Memang pada zaman sekarang, dibutuhkan juga
pekerjaan otak tetapi lebih banyak dibutuhkan pekerjaan tangan. Sambil
bercanda, Ivan mengatakan, “… sebenarnya yang perlu dibayar adalah pekerjaan
tangan, sedangkan pekerjaan otak adalah milik public ..”.
Dalam keadaan seperti itu pesantren sebenarnya bisa
mengambil ruang kosong itu. Catatannya harus mengembangkan sesuatu yang khas,
tidak mengikuti bentuk dan pendekatan pendidikan (nasional) sekarang.
Untuk memberi kerangka dan landasan Pendidikan
(masa depan) Pesantren, Ivan Hadar mengacu kepada Filsafat Pendidikan Al
Farabi. (Menurut Al-Farabi pendidikan merupakan media untuk mendapatkan
serangkaian nilai, pengetahuan, moral dan ketrampilan, untuk mencapai
kesempurnaan dan kebahagiaan; Kesempurnaan manusia, kata Al Farabi, terletak
pada kesesuian antara tindakan dengan teori yang dipahaminya. Ilmu tidak
mempunyai arti kecuali ilmu itu dapat diterapkan dalam kenyataan di
masyarakat).
Ada empat type atau bagian dalam pendidikan,
menurut Al Farabi
- Al-Fadail an-nazariah (kebajikan teoretis);
- Al-Fadail alfikriyah (pemikiran kontemplatif);
- Al-Fadail al khulqiyah (etika);
- Assina'at al-amaliyah (keterampilan praktis).
Sebenarnya, dalam tradisi pesantren semua itu
menjadi bagian dalam proses pendidikan pesantren. Tetapi tergerus zaman. Memang
idealnya kalau pesentren mau kembali eksis kesemua type itu diambil. Tetapi
dalam kondisi seperti sekarang ini peluang pesantren, kalau mau menjadi
gerakan, perlu lebih memberi tekanan atau fokus pada type atau bagian yang
keempat. Dengan demikian ada sesuatu yang khas.
Gagasan untuk membangun pesantren masa depan, kalau
mau dibuat, paling baik kalau dimulai dari nol; proses pendidikan bukanlah
sekadar kurikulum, tetapi harus ditunjang suasana kondusif, bahkan bentuk
bangunan fisiknyapun disesuaikan dengan kebutuhan. Tantangannya, adalah kita
biasanya maunya yang instan; sama dengan karakter pendidikan di Indonesia,
maunya yang instan.
DDI kalau mau eksis (menjadi yang terdepan) harus
mempunyai Visi yang jelas (tentang pendidikan).
No comments:
Post a Comment