Rasionalisme dan Islam
Oleh: Dr. AGH. M.A. Rusdy Ambo Dalle
Salah satu masalah yang tidak ada habis-habisnya
diperdebatkan oleh para intelektual, khususnya para intelektual Islam yakni
masalah hubungan Akal dan Islam. Yaitu sampai di mana batasan akal/rasio dapat
menginterpretasikan agama lewat akal/rasio. Apakah semua masalah-masalah agama
dapat dibuktikan kebenarannya melalui logika akal, ataukah ada masalah-masalah
tertentu dalam agama yang tidak boleh disentuh oleh akal.
Ada baiknya kita tengok kembali pada sejarah Islam,
khususnya sejarah jazirah Arab; bahwasanya bangsa Arab sebelum Islam datang
adalah penganut agama animisme/penyembah berhala. Agama Yahudi dan Kristen
tidak begitu banyak penganutnya. Alam pikiran mereka banyak dipengaruhi oleh
alam serta ajaran-ajaran yang mereka warisi dari orangtua-orangtua mereka.
Dalam masalah pandangan hidup mereka menganut ajaran jabariyah yang tunduk pada
hukum alam dan hukum adat.
Nabi Muhammad datang membawa agama Islam di mana salah
satu inti dari ajarannya adalah kebebasan dalam memilih dan menentukan apa yang
baik dan apa yang buruk serta apa yang benar dan apa yang salah dengan
bimbingan wahyu Ilahi. Dalam periode pertama setelah datangnya Islam terjadi
revolusi budaya di jazirah Arab, terutama dalam cara berpikir mereka. Hukum
alam serta norma-norma yang diwarisinya sejak berabad-abad dari nenek
moyangnya, telah mereka pertanyakan dan sanksinkan. Hukum yang berdasarkan adat
dan tradisi diganti dengan hukum Ilahi/hukum samawi yang dibawa oleh nabi
Muhammad. Setiap masalah atau problem apakah itu menyangkut masalah dunia atau
akhirat selalu mereka tanyakan pada nabi Muhammad.
Tapi, setelah nabi Muhammad wafat terjadi kecemasan dan
kegelisahan; kepada siapa mereka akan bertanya. Nabi Muhammad telah menyodorkan
Al-Qur’an dan As-Hadits sebagai petunjuk bagi umat Islam. Namun, dalam
menginterpretasikan terjadi perbedaan pendapat, terutama yang menyangkut
masalah teologi dan politik. Sekarang muncul suatu problem apakah Islam sebagai
agama itu adalah rasional dengan pengertian tidak bertentangan dengan
dalil-dalil akal, ataukah agama Islam itu tidak dapat dirasionalisasikan?
Golongan dari umat yang mengatakan bahwa agama itu rasional
tidak bertentangan dengan logika akal, dan semua apa yang ada dalam ajaran Islam
dapat diterjemahkan atau dicapai lewat rasio (akal). Aliran atau golongan ini
disebut atau menyebut dirinya Mutazilah. Sebelum munculnya Mutazilah sebagai
suatu aliran atau sekolah filsafat yang berdiri sendiri, Mutazilah telah
mengambil sikap berpikir yang menyangkut masalah-masalah kebebasan manusia
dalam memilih.
Di tengah pergolakan politik dan sosial yang bercirikan
pembangkangan yang dialami oleh masyarakat Arab semenjak terbunuhnya Khalifah
Utsman bin Affan, dalam kurun waktu yang relatif singkat yaitu pada tanggal 17
Juli 758 sampai pertengahan Januari 780 M, golongan Khawarij saja telah
mengadakan pembangkangan/protes sebanyak 35 kali terhadap penguasa pokok. Dan
inti dari pembangkangan tersebut adalah menyangkut masalah keadilan dan
kebebasan menentukan pilihan. Masalah-masalah keadilan; apakah itu keadilan
sosial atau keadilan hukum sangat menonjol pada saat itu, sebab di antara
penguasa secara langsung atau tidak langsung telah memanipulasi ajaran-ajaran
agama sesuai dengan keinginan mereka. Pada waktu itu dunia Islam menyaksikan
suatu pergantian bentuk kenegaraan dari bentuk kekhalifahan ke bentuk monarki.
Mutazilah sebagai sekolah filsafat berdiri pada tahun 699
M. Dan salah satu ciri dari Mutazilah adalah menempatkan rasio dan wahyu Ilahi
sejajar, bahwa semua yang ada dalam agama dapat dibuktikan lewat rasio. Pada
dasarnya golongan Mutazilah dapat dimasukan mazhab kalam tanpa menolak
adanya pengaruh filsafat Yunani dan teologi Kristen sebagaimana pendapat
orientalist Italia Carlos Alfons Nalino 1872-1938. Menurut pendapatnya bahwa
sebagian ahli teologi Islam langsung atau tidak langsung terpengaruh dengan
teologi Kristen terutama masalah ikhtiar dan berusaha menafsirkan
masalah nasib, kebebasan memilih dan menentukan apa yang mereka ingin perbuat
sehingga patut mendapat balasan di hari kemudian.***
(Rusdy Ambo Dalle)
No comments:
Post a Comment