PERANG OPINI
Oleh: Tahir Abu
Ada yang menarik dari Perang Badar. Bukan karena
kemenangan besar Umat Islam ketika itu, tapi Rasulullah SAW berhasil mengirim
sinyal dahsyat, bahwa kekuatan baru di Jazirah Arab telah muncul. Nyali Quraish-pun
menjadi ciut, dua peradaban besar dunia saat itu Persia dan Romawi bertanya-tanya,
kok bisa ada kekuatan militer dari negeri tandus yang nyaris tak pernah
diperhitungkan sejarah?
Mari kita ber-euphoria bersama. Saya pribadi
mengucapkan selamat kepada para pendekar dan pejuang IAPDIKA atas suksesnya
acara di Samarinda. Sejarah telah tercipta. Dan merekalah para pelaku sejarah
itu. Mereka adalah duta-duta besar DDI yang telah 'mewaqofkan' dirinya untuk
misi besar ini.
Perang telah ditabuh. Suara IAPDIKA telah membahana
diseluruh nusantara. Dan itu tidak bisa dibendung lagi. Karena mereka ingin
perubahan. Suara-suara lantang di Samarinda telah berhasil menggetarkan
'istana' pemegang status quo. Masukan saya melalui goresan tulisan ini (mohon
maaf sekali lagi hanya sebatas pengamat hehe) adalah bagaimana mengelola OPINI
ini secara cerdas?
Kita sadar bahwa perjuangan IAPDIKA bukan sekedar
merebut kembali tahta DDI, tapi juga merebut hati warga dan simpatisan DDI.
Maka, di sini kita harus cerdas mengelola OPINI PUBLIK. Maksud saya, dimata
simpatisan imej yang muncul adalah IAPDIKA membawa angin perubahan dan
perbaikan, bukan kesan pemberontakan. Kalau perlu cendekiawan muda seperti
kanda DR.Suaib, Med HATTA, Bang Rover dll,,, kita ambil tulisannya tampilkan di
Tribun Timur, Fajar atau Pare Pos. Supaya secara perlahan kita menggiring opini
publik bahwa kitalah pihak yang benar.
Secara Internal hindari kesan konflik meski itu hal
sepele, ketidak hadiran Gurutta Prof Rahim misalnya kita bungkus rapat-rapat.
Jangan ada kesan kita bergantung pada satu sosok dan figur. Kesankan di Publik
bahwa kita ini satu saf barisan yang kokoh, gugur satu tumbuh seribu.
Opini-opini seperti ini yang kita perlukan, yang akan mengguncang dan
meledakkan istana 'Quraish-quraish' abad modern tadi.
Akhirnya mari kita mainkan peran masing-masing,
jadikan satu instrumen yang berkolaborasi dengan apik. “TAROI MATTI NAREKKO
PURA MUI REDE”. ALLAH Mustaan.
No comments:
Post a Comment