Wawancara Tim IMC dengan Prof. Dr. KH. Andi Syamsul
Bahri Galigo, MA
Oleh: Lafaisal Toberru
Masyarakat Samarinda dan warga DDI Kaltim boleh berbangga bahwa acara
silaturrahim “Tudang Sipulung” Nasional yang digelarnya bulan lalu
(27-28/4), yang dihadiri bukan saja ketiga anak biologis Anregurutta Ambo
Dalle, tetapi juga anak-anak idiologis terbaik Sang Anreguru tercinta, salah
satu titisan emas Anregurutta yang hadir pada perhelatan Samarinda tersebut adalah
Gurutta Prof. Dr. Andi Syamsul Bahri Andi Galigo Manggaberani, MA, yang sering
dipanggil Prof. SBAG Manggaberani.
Gurutta Prof. SBAG Manggaberani adalah salah satu putra terbaik DDI, Beliau-lah
satu-satunya yang bisa merefresentasikan tingkatan ke-ilmuan Gurutta Ambo
Dalle, terutama dibidang Aqidah Ahlussunnah wal-Jamaah. Maka tidak heran kalau
dikatakan: “Jika hendak menyalami aqidah Gurutta Ambo Dalle maka jejakilah sama
Prof. SBAG Maggaberani, karena semua ilmu itu sudah diwarisinya secara utuh,
teori dan pengamalan”.
Prof. SBAG dilahirkan di Siwa, Pitumpanua pada tahun 1955. Ayahnya bernama Andi Galigo Petta Lolo Manggabarani dan ibundanya bernama Hj. Sri Kamariyah
Binti Abdul Basir Puang Madda. Setelah menammatkan pendidikannya ditingkat sekolah dasar (SDN) Bulete dan SMP Siwa pada tahun 1970, Beliau melanjutkan pendidikan di Pondok Pesanntren DDI Ujung Lare dibawah pimpinan
AGH. Abdurrahman Ambo
Dalle.
Sepuluh tahun
lamanya belajar di pesantren dibawah asuhan
Anregurutta Ambo Dalle kemudian meneruskan pendidikan di
Universitas al-Azhar di Cairo-Mesir selama 8 tahun (1980-1987). Beliau pulang
ke Pesantren DDI Kaballangan membantu Anregurutta Ambo
Dalle selama lima tahun akhir tahun1990. Kemudian berangkat kedua kalinya ke
Mesir untuk melanjutkan S3-nya di
Universitas Cairo namun karena ada kendala biaya yang sulit ditanggulangi
akhirnya pindah Universiti Kebangsaan Malaysia 1992-1998 hingga selesai PhD
bidang Usuluddin dan Falsafah spesialisasi Bidang Ilmu Aqidah dan
Tasawwuf.
Pada tahun 1987 beliau aktif mengajar di Pesantren Manahilil Ulum DDI
Kaballangan mendampingi Anregurutta Ambo Dalle di samping menjadi dosen pada
perguruan tinggi DDI di Sulawesi Selatan. Tahun 1992 belaiu mendapat tawaran
dari Universiti Kebangsaan Malaysia sebagai Dosen tamu mulai mei 1992 hingga
mei 1999. Beliau bertugas sebagai dosen dakwah dan kepemimpinan di Fakulti
Pengajian Islam UKM dibawah pimpinan Prof. Dato Abdul Shukor Husein bersama
Prof. Dr. Dato Abdullah Mat Zin.
Selanjutnya diundang ke Universiti Sains Islam (USIM) pada tahun 2000,
beliau menjadi pensyarah pertama yang diterima di Fakulti Dakwah dan Pengurusan
Islam (Fakulti Kepemimpinan dan Pengurusan). Pada tahun 2003-2005 beliau
ditugaskan sebagai Timbalan Dekan pertama FKP dan berjaya dinaikkan pangkat ke
Professor Madya dalam bidang dakwah dan aqidah Islam.
Beliau telah banyak menulis buku dalam bidang Islamic Studies terutama yang
boleh menjadi rujukan utama kepada mahasiswa USIM. Di antara buku-bukunya yang
terkenal: al-Ijtihad fi al-Fikr al-Islami, Dirasat fi al-Fikr
al-Islami, al-Harakah al-Batiniyyah fi Mizan al-Islam, Beberapa Isu
Pemikiran Islam, Paradigma Dakwah dan Pelampau Agama, Pengenalan Ilmu Tasawuf,
Syaikh Yusuf al-Taj dan pemikiran Tasawufnya dan lain-lain lagi.
Beliau juga aktif menyajikan makalah ilmiyah diberbagai seminar Nasional
dan Internasional sejak beliau di UKM dan USIM. Beliau menjadi
anggota tiem tetap tafsir Al-Quran 30 juz
(Bahasa Bugis) yang disponsori oleh Majlis Ulama Sulawesi Selatan. Beliau adalah
pengasas dan penasehat Pondok Pesantren al-Mubarak Tobarakka di Kota Siwa,
Sulawesi Selatan, dan penasehat umum Organisasi DDI Ambo Dalle di Sulawesi
Selatan. Di samping sebagai ketua umum KKSS warga bugis berhijrah, di Malaysia. (Rujukan temuramah di Pesantren DDI Tobarakka Kota
Siwa Sulsel).
Terlalu banyak kalau ingin mendefinisikan semua tentang ulama ini, Beliau
lebih luas dari pada sekedar definisi. Oleh karena itu, selama keberadaannya di
Samarinda beberapa waktu lalu Tim IAPDIKA Mendia Center memanfaatkan moment
berharga itu mewawancarai Beliau, berikut ini beberapa petikan hasil
wawancaranya bersama saudara Faisal Ja’far dan krue Tim IMC:
Tim IAPDIKA MC:
Sebagai seorang anak idiologis terdekat
Anregurutta, yang telah berhasil mendapatkan ilmu yang luar bias dan mengajar
diberbagai universutas di negeri jiran (Malaysia) dan negeri minyak (Brunei
DS), apa komentar Ustadz tentang perkembanga pendidikan dan dakwah selama Pak
Andi absen bertahun-tahun di DDI?
Gurutta Prof. SBAG Maggaberani:
Apa yang berlaku pada diri saya, dari sudut
pengembangan ilmu pengetahuan berkesinambunagan juga dengan apa yang
dikehendaki oleh Anregurutta. Sebab Anregurutta itu, dia tahu persis bahwa saya
ini berada di Malaysia selama ini. Misi yang saya bawa di Malaysia atau ilmu
yang saya kembangkan itu, boleh dikatakan 80% adalah warisan dari ilmu
Anregurutta. Terutama sekali yang berkaitan dengan pemahaman Ahlusunnah wal-Jamaah,
jadi saya tidak merasa bahwa saya ini sudah absen di DDI, saya berterusan, cuma
lain tempatnya saja. Misi Anregurutta tentang pemahaman Ahlusunnah wal-Jamaah
itu terus saya kembangkan, dan saya memang tidak terlalu terikat dengan
organisasinya DDI.
Tim IAPDIKA MC:
Melihat kondisi DDI yang sangat memperihatinkan
sekarang ini, Apakah masih ada harapan untuk memperbaiki kondisi tersebut atau
di biarkan begitu saja?
Gurutta Prof. SBAG Maggaberani:
Kalau kita semua ini memberikan suatu usaha keras
terutama anak DDI semua yang pernah belajar dan mendapat berkah dari
Anregurutta, Saya ingat sekali prinsip Anregurutta, beliau menganggap “BAHWA
DDI INI ADALAH SEBAGAI WADAH AHLUSUNNAH WALJAMAAH” terutama untuk dikawasan
kita ini. Dan itu akan BERTERUSAN SAMPAI 7 LAPIS BERKAIT, dan Beliau menganggap
dirinya SEBAGAI LAPIS YANG KE-3, Jadi masih ada lagi Lapis seterusnya.
Anregurutta berpandangan bahwa akan berterusan lagi. Kalau memamg ada bersifat
Gev itu sifatnya sementara saja, dan mudah-mudahan dengan antusiasme para pejuang
IAPDIKA adalah suatu pertanda adanya titik terang di DDI.
Tim IAPDIKA MC:
Apakah ustadz memiliki niat berbakti di DDI ataukah
niat untuk memajukan DDI, sebagaimana misi dakwah dan pendidikan lainnya di
Indonesia?
Gurutta Prof. SBAG Maggaberani:
Saya diberikan ilmu ini hanya untuk Umat, seperti
juga dengan Anregurutta, jadi.. kalau memang DDI ini memerlukan kepakaran yang
saya miliki, kalau memang saya harus terjun secara In deret, maka saya akan
melakukan itu. Dan saya pun di luar negeri itu hanya sementara saja. Dan saya
selalu pulang ke Indonesia.
Tim IAPDIKA MC:
Adanya Pesantren di Wajo yang Ustadz dirikan, apakah
itu bagian dari Pesantern DDI atau Pesantren milik pribadi, sehingga tidak bisa
digabung dengan DDI atau membawa nama DDI?
Gurutta Prof. SBAG Maggaberani:
Madrasah yang ada di Wajo itu saya namakan Pondok
Pesantren DDI Al-Mubarak, cuma kebetulan yang pegang sekarang ini keluarga
juga, termasuk adik saya. Ponpes itu sebenarnya milik masyarakat, bukan milik pribadi.
Dan saya beri nama DDI, sebab Anregurutta yang meresmikan Ponpes itu pada tahun
1989. Ponpes itu saya dirikan sewaktu saya baru pulag dari Mesir dan itu adalah
warisan sebagai amal jariyah, sama dengan Anregurutta menjadikan DDI adalah
sebagai amal jariyah yang kita bisa dapatkan pahalanya di hari kemudian.
Tim IAPDIKA MC:
Di manakah posisi PB terkait dengan adanya Ponpes
DDI di Wajo, ketika sebuah Ponpes itu dinamakan DDI, maka otomatis akan am oleilh
PB?
Gurutta Prof. SBAG Maggaberani:
Kita tidak perlu terlalu mengangkat, sebab saya
akan pancing supaya Al-Mubaraq ini sama nantinya dari MAI menjadi DDI. Tapi itu
juga berkesinambungan yang berterusan, bukan berarti menghilangkan DDI,
sebenarnya DDI sebagai organisasi, saya tidak terlalu banyak terkait, tetapi lebih
dekat kepada DDI sebagai lembaga warisan Anregurutta, sebab Anregurutta dengan
saya selalu terkait dari segi Emosional.
Tim IAPDIKA MC:
Apakah Ustadz punya konsep-konsep atau
nasehat-nasehat bagi PB dan MK untuk memajukan DDI ke depan?
Gurutta Prof. SBAG Maggaberani:
Dengan adanya perbedaan, polemic di tubuh DDI,
perasaan saya sangat sedih, bukan hanya sebagai umat Islam, tetapi kita
sama-sama DDI. Menurut hemat saya, terkadang hanya perbedaan pribadi saja yang
menjadikan DDI terpecah belah.
Tim IAPDIKA MC:
Apakah pemisahan DDI AD dan DDI PB dianggap sebagai
berkah bagi DDI atau musibah bagi DDI?
Gurutta Prof. SBAG Maggaberani:
DDI AD ini, saya dimasukkan sebagai penasehat, sementara
DDI PB, pimpinan Pak Muiz ini memang menganggap saya tidak punya kepakaran
dalam organisasi DDI, kalau mengajar, yaach okelah, jadi Dosen dan sebagainya.
Walaupun Anregurutta selalu mengusulkan, supaya saya juga dimasukkan ke PB DDI,
tetapi saya tidak pernah di berikan kesempatan sama MK. Adapun perbedaan di
DDI, kita melihat hanya bersifat sementara saja, artinya suatu saat akan
bersatu, kita ini semua sama-sama, yang kita bawa Islam dan kita bawa
Ahlusunnah waljamaah, yang berfaham WASATIAH (moderat).
Tim IAPDIKA MC:
Sebagai seorang Guru Besar di Malaysia dan di
Brunei, apakah Ustadz memiliki niat untuk kembali menjadi Guru Besar di DDI
kelak?
Gurutta Prof. SBAG Maggaberani:
Semua kita siap membantu, malah saya tidak berfikir
lagi ke Brunei, tetapi niat saya bukan pada Ponpes, Saya mau hidupkan Sunnah
Anregurutta itu untuk memberikan pengajian kitab-kitab kuning di Mesjdi, itu
niat saya, sebab itu yang hilang sekarang ini dan misi utama Anregurutta adalah
pengembangan Ahlusunnah wal-Jamaah yang harus saya kembangkan.
Karena paham Ahlussunnah wal-Jamaah
adalah pemahaman mayoritas ulama yang mengambil jalan tengah akibat banyaknya
aliran-aliran yang muncul pada pasca wafatnya nabi muhammad SAW, yang berkelanjutan
hingga khalifa Ustman, Ali bin Abu Thalib, dan terus berkembang pada era khilaf
Abbasiyah dan Umawiyah.
Ulama-ulama yang mengabil jalan
tengah inilah kemudian menamakan dirinya sebagai kelompok Ahlussunnah wal-Jamaah
yang dibagi dalam beberapa sudut pemikiran Islam seperti aqidah, syariah dan
tasauf. Tentu saja di antara ulama ini masih berbeda-beda dalam mendefinisikan
Aswaja ini, termasuk DDI dan NU juga sangat berbeda dalam pemahaman ini. Kalau
NU menetapkan Imam Gahzali, Al-Junaedi sebagai tokoh sufi yang dianggap mewakili
Aswaja, di dalam fikih yaitu imam empat mazhab, dan di dalam akidah yaitu Abu Hassan
al-Asyari dan Abu Mansur al-Maturidi. Sertra menganggap selain mereka itu
adalah bukan Aswaja.
Sedangkan DDI tidak mengklaim
pemikiran-pemikiran ulama yang muncul setelah era ulama tersebut sebagai non Aswaja,
dan DDI berbeda juga dengan beberapa organisasi Islam lainnya di indonesia yang
mengklaim Ibnu Taiymiya sebagai bukan Aswaja pemikirannya menentang beberpa
pemikiran sufi yang dibangun oleh pengikut-pengikut imam Ghazali,
maka kalau saya mau mendefinisikan bahwa DDI itu sebenarnya adalah golongan
tengah dari golongan tengah.
Oleh karena itu, pemikiran tentang
Aswaja perlu dihidupkan kembali di DDI dengan mengangkat pemikiran-pemikiran
yang melatarbelakangi munculnya pemikiran Aswaja sehingga kader-kader DDI tidak
terperangkap dalam sebuah teki-teki pemikiran Islam yang berkmbang saat ini seperti
bagaimana membedakan pemikiran Aswaja dngan Salafia dan apakah salahfiah itu
bukan Aswaja dan lain sebagainya?
Tim IAPDIKA MC:
Seandainya teman-teman IAPDIKA mengusung sebagai
PASSELLE PASAU’-NA GURUTTA, apakah ustadz bersedia menjadi pemimpin dan tokoh
sebagai ulama di DDI yang menggantikan Anregurutta KH.Abdurrahman Ambo Dalle?
Gurutta Prof. SBAG Maggaberani:
Dari segi ORGANISASI saya melihat DDI sudah harus memperbaharui
sistem, jangan lagi mempergunakan sistem NU, semua sekaran ini mencari kepemimpinan
yang betul-betul pakar dibidang organisasi, tetapi dari sudut PEWARISAN ILMU,
TETAP KITA MENGHORMATI ULAMA-ULAMA KITA, jadi kita perlu merancang organisasi
yang berbeda, jangan seperti yang ada sekarang ini, Kita sekarang tidak ingin
mempertahankan status Quo yang tidak sejalan dengan era reformasi kini.
Yang berkaitan denga IDARAT (organisasi), boleh
diberikan kepada generasi berusia 30-an atau 40-an yang lebih agresif,
mempunyai keseriusan untuk memajukan suatu Organisasi, tetapi RUJUKAN dari
sudut ilmu pengetahuan kita adakan lembaga tertentu di dalam organisasi seperti
“MAJELIS SYUYUKH” (Senator) atau LEMBAGA PERTIMBANGAN TERTINGGI ULAMA
DDI, kalau seperti itu bagi saya tidak ada masalah, sebab itu adalah bidang saya.
Saya bersedia duduk Majlis Syuyukh (senator) DDI, atau masuk dalam LEMBAGA
PERTIMBANGAN TERTINGGI ULAMA DDI. Kesimpulannya adalah serahkan segala urusan
kepada ahlinya.
No comments:
Post a Comment