Purnama di Kaballangang (4):
(Mengenang al-Marhum Gurutta Ambo Dalle)
Vonis Gurutta Adalah HikmahOleh: Suaib Tahir
Mungkin semua teman-teman yang pernah mondok di
Kaballangan baik yang tinggal bersama Gurutta maupun di Asrama, senior atau
junior, guru atau santri hampir semua pernah divonis atau dimarahi Gurutta,
apakah karena ia berbohong, mencuri ayam temannya atau menyakiti sesamanya,
malas ke pengajian atau main-main saat pengajian berlangsung, suka bolos atau
keluar malam, atau camping ke gunung atau menghilang karena ingin mengikuti
ujian negeri Tsanawiyah atau Aliya, atau merokok atau pelanggaran lainnya yang
biasanya dilakukan kalangan remaja atau mereka yang mulai menginjak umur dewasa.
Biasanya Gurutta tidak membeda-bedakan siapapun yang melanggar baik yang
tinggal bersama Gurutta maupun yang di Asmara, semuanya kena vonis atau amarah
bahkan Gurutta sering kali memberikan vonis kepada mereka yang tinggal di
rumahnya, khususnya jika mereka kedapatan merokok, berbohong, atau menyalahkan
gunakan amanah yang dipercayakan kepadanya seperti, menyalahgunkan uang yang
diperuntukkakn untuk membeli sesuatu yang dipesan Gurutta, tetapi diimanfaatkan
sebagian untuk membeli sesuatu yang sangat dibenci Gurutta seperti rokok atau
digunakan hura-hura ke Pinrang atau ke Pare-Pare. Suatu ketika, seorang teman
diminta membeli sayur-mayur ke pasar Pekkabata, tetapi ternyata sebagian uang
dimaksud digunakan membeli rokok. Ketika itu, Gurutta tidak tahu kalau sebagian
uang yang dititipkan untuk membeli sayur mayur, sebagiannya dibelikan rokok.
Semua berlangsung aman tanpa ada komen dan Gurutta-pun tidak menanyakan sisa
uang belanja. Namun setelah beberapa hari, Gurutta mengetahui kalau uang yang
dititipkan untuk membeli sayur mayur, ternyata sebagiannya digunakan untuk
membeli rokok. Padahal tidak ada satupun diantara kami yang memberitahukan
Gurutta dan tidak satupun yang bercerita karena proyek pembelian rokok telah
berlangsung aman, tertib dan sukses. Setelah Gurutta mengetahui hal itu, Ia
sangat marah bahkan semua kena amarah tanpa kecuali termasuk mereka yang
tinggal di Asrama.
Salah satu kelebihan Gurutta ketika marah tidak
pernah menunjuk hidung atau pelaku kesalahan, walaupun Gurutta mengetahui siapa
yang melakukannya. Gurutta menyembunyikan dan tidak menyebut-nyebut nama
siapapun yang melakukan kesalahan. Namun cukup menyampaikan dampak negatif atas
perbuatan setiap orang terhadap dirinya sendiri seperti, hati yang gelap sulit
menerima cahaya dan ilmu pengetahuan. Sikap ini sangat arif, karena menyebut
nama seorang pelaku sama halnya mempermalukan di tengah umum, karena itu tidak
satu pun santri, baik yang pernah dimarahi atau tidak pernah dimarahi dendam
terhadap Gurutta bahkan mereka yang telah bersalah merasa berdosa. Gurutta
sangat berpegang teguh pada prinsip-prinsip keharmonisan antara sesama dengan
mempraktekkan makna hadis Rasulullah Saw “Barangan siapa yang menutup aurat
atau kejelekan sesamanya, maka Allah akan menutup aurat dan kejelakanya di hari
kemudian” dan barang siapa yang membuka aurat dan kejelakan sesamanya, maka
Allah akan membuka aurat dan kejelakannya di hari kemudian”.
Pertanyaannya dari mana Gurutta mengetahui kalau
sebagian uangnya digunakan membeli rokok? Menurut penuturan Gurutta bahwa malam
itu, didatangi seseorang yang tidak dikenal dan tidak berbentuk seperti manusia
biasa. Saya sendiri tidak mengerti penjelasan Gurutta apakah itu, jin, atau
malaikat atau seorang wali atau bagaimana dan siapa?. Yang jelasnya Gurutta mengatakan
bahwa telah datang kepada saya tadi malam dan mengatakan dalam bentuk kalimat
yang bunyinya begini “خذ سلفأ” (khudz
salafan). Saya sendiri waktu itu, tidak mengerti apa arti kata itu,
walaupun Gurutta telah menjelaskan secara rinci makna dan maksud kata itu. Yang
jelasnya menurut Gurutta bahwa yang datang tadi malam membawa uang agak marah
karena sebagian uang yang telah diberikan sebelumnya telah disalahgunakan oleh
anak-anak di rumahnya. Ketika itu, semua yang tinggal di rumah Gurutta
ketakukan mendengar cerita Gurutta dan saya sendiri tidak berani memanfaatkan
kepercayaan Gurutta ke hal-hal yang dianggap tidak benar. Saya dan teman-teman
lain ketika bersama Gurutta, sering kali melihat dan menyaksikan uang dalam
bentuk besar baik itu berupa sumbangan dari kaum elit di Makassar maupun
bantuan langsung dari Allah (meminjam istilah Gurutta). Tapi saya sendiri, sama
sekali tidak memiliki keberanian untuk mengambil satu sen pun kecuali meminta
langsung ke Gurutta. Uang yang dianggap Gurutta sebagai bantuan langsung dari
Allah, biasanya dibelanjakan ke hal-hal yang sifatnya umum seperti pembangunan
Mesjid Al Wasila atau pembangunan Asrama atau fasilitas sekolah atau fasilitas
umum lainnya yang dapat dinikmati semua anak santri dan guru.
Kembali kepada arti kata “خذ سلفأ” (khudz salafan) yang agak susah saya pahami
waktu itu. Setelah lama di negeri Arab, akhirnya kami memahami makna kalimat
itu. Kata tersebut bisa berarti demikian: Ambil ini sebagai pinjaman atau ambil
ini lebih awal tapi nanti diganti atau berarti Ambil saja barang ini. Artinya
ibarat pemberian bersyarat yang harus dibayar oleh Gurutta melalui perjuangan
spiritual atau perjuangan riil. Orang Arab biasanya kalau ingin meminjam uang
mengatakan “أعطيني سلفية” (berikan dulu saya pinjaman). Kata “سلف” artinya “dulu”
atau “terdahulu” atau “awal”. Makanya para ulama yang berpegang teguh pada
teori sahabat, baik dalam berakidah maupun bersyariah dinamakan Ulama Salafaiya
atau kelompok-kelompok ulama yang berpegang teguh pada ajaran-ajaran Nabi dan
Sahabat-sahabatnya tanpa memperhatikan hasil pemikiran atau ijtihad ulama-ulama
yang muncul dalam sejarah Islam di kemudian hari.
Setelah Gurutta mengetahui jika ada diantara
anak-anaknya yang telah menyalah gunakan uang yang dipercayakan kepadanya,
Gurutta sering kali mengangkat kisah ini dalam setiap pengajian di Mesjid
sehingga istilah “خذ سلفأ” hampir
semua pernah di dengar oleh teman-teman waktu itu.
Kembali kepada vonis Gurutta, saya sendiri beberapa
kali divonis karena melakukan kesalahan-kesalahan yang dianggap fatal sepert,
menyembuynikan fakta atas kejadian yang menimpa saya dengan Saudara Yanse
ketika menggunakan motor vespa milik Gurutta ke Pare-Pare dan beberapa
kesalahan lainnya sehingga Gurutta memindahkan saya ke sebuah Asrama baru,
persis samping Mesjid Alwasila yang sama sekali tidak ada penghuninya. Namun
kemudian, Asrama dimaksud dijadikan teman-teman sebagai tempat perkumpulan
setelah makan bersama Gurutta untuk merokok, minum kopi dan memutar music
dangdut dan lain-lain. Setiap kali Gurutta mengenakan vonis, kami sama sekali
tidak pernah merasa tersinggung atau juga marah atau lain-lain sebagainya dan
sebaliknya Gurutta-pun demikian tidak pernah menyimpang amarahnya dan dendam.
Walaupun kena vonis atau sedang dimarahi, namun tetap makan bersama dengan
Gurutta dan melayani setiap saat. Sikap pemaaf dan penyayang sangat kental pada
diri Gurutta dan sebaliknya sikap dendam atau emosional sangat jauh dari
Gurutta. Suatu ketika, kami pernah bertanya dan pertanyaan ini, juga sering
dilontarkan oleh teman-teman lain termasuk para guru-guru mengenai resep atau
cara untuk bisa memperoleh sebagaimana yang sering diperoleh Gurutta yaitu,
uang yang datang secara tiba-tiba di kamar Gurutta dengan aroma yang sangat
harum. Gurutta hanya tersenyum simpul jika ada pertanyaan seperti itu yang
muncul sambil menjelaskan bahwa sesungguhnya masih sangat jauh bagi kalian dan
tidak mudah untuk mencapai ke tingkat seperti itu. Namun, juga bukan sesuatu
yang mustahil bagi setiap orang diantara kalian, jika bersungguh-sungguh untuk
mewujudkannya. Gurutta sering mengatakan “Paccingi atimmu, alemu na’ niatmu”
Artinya; bersihkan hatimu, jiwamu,
dirimu dan niatmu”. Ada beberapa sifat yang sering kali ditekankan Gurutta
terhadap santrinya agar sifat tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
karena dengan sifat-sifat tersebut, maka seseorang akan menjadi mulia dan
bermartabat; yaitu, tidak suka berbohong, tidak dengki, tidak hasut, tidak iri
hati, tidak sombong atau angkuh, lemah lembut, sopan santun, berkahlak mulia,
tidak rakus, rendah diri, selalu berniat baik, suka membantu, disiplin, jujur,
ikhlas, sabar, patuh, selalu merasa puas, bekerja keras dan tidak malas dan dan
sifat-sifat yang terpuji. Menurut Gurutta, jika sifat-sifat ini, sudah melekat
pada diri seseorang maka secara tidak sadar, telah memasuki jenjang pertama
menuju kesempurnaan akhlak. Setelah sifat-sifat ini, telah dimiliki oleh
seseorang, selanjutnya mulai komitmen untuk mementingkan kepentingan umat
dibanding kepentingan pribadi; lebih mencintai agama dan akhirat dibanding
dunia dan kekuasaan; membersihkan pikiran dari hal-hal yang negatif; selalu
mendekatkan diri kepada Allah, sabar dan tawakkal. Kemudian setelah itu,
beranjak kepada kecintaan kepada Allah dan Rasulnya serta ajarannya melalui
pengamalan ibadah seperti, menjaga sholat lima waktu, sholat tahajjud, duha,
witir, puasa sunnah, puasan Senin dan Kamis dan puasa sunnat lainnya. Jika
semua sifat-sifat ini telah dimiliki oleh seseorang dan diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari, maka akan mulai memasuki tahap penyingkapan atau dalam
istilah kesufian “الكشف”. Ketika
seseorang telah sampai kepada tingkat “الكشف” maka seseorang akan memulai sebuah perjuangan baru
menuju “معرفة” dengan berupaya menyingkap semua rahasia-rahasia
dibalik yang kongkrit atau apa yang disebut dengan “الموجودات الحسية”. Ditingkat inilah seseorang akan mendapat fasilitas
untuk bisa berkomunikasi langsung kepada Yang Kuasa.
Teori yang dijelaskan oleh Gurutta ini setiap
pengajian kelihatan sangat sederhana dan dapat dicerna oleh setiap santri yang
sadar. Namun untuk mengaplikasikannya nampaknya agak berat dan sulit sekali.
Apa yang sering disampaikan oleh Gurutta secara ringkas dan padat, tentu
merupakan bagian dari pengalamannya yang sedang dijalani waktu itu. Sifat-sifat
tersebut, akan kita temukan dalam buku-buku Tasauf bagi mereka yang senang
membacanya atau menekuni suatu tareqat.
Karena itu, sifat-sifat yang dimiliki Gurutta dan
prilaku yang muncul dari diri Gurutta baik itu perkataan ataupun dalam bentuk
ucapan mengandung sebuah hikmah atau makna kepada setiap pribadi dan menjadi
petunjuk atas diri seseorang karena apapun yang dilakukan dan dikatakan Gurutta
sebagai seorang sufi, merupakan cerminan dari petunjuk Allah atau “نور إلهي” yang ada pada diri setiap orang yang bertaqwa dan wara.
Dari akumulasi kesalahan yang kami lakukan selama
hampir satu tahun terakhir bersama Gurutta, mendorong Gurutta untuk mencalonkan
kami sebagai salah satu penerima beasiswa Al Azhar yang setiap tahunnya
diberikan kepada DDI. Harapan Gurutta, tentu agar kami memasuki alam baru,
hidup baru, tanggung jawab baru sehingga lebih bersemangat menjalani hidup ini
setelah hampir delapan tahun bermukim di Kaballangang.
Pertemuan terakhir dengan Gurutta:
Ketika kembali ke Kaballangang pada tahun 1993,
Gurutta menyinggung bahwa dirinya merencanakan naik haji tahun depan atau tahun
berikutnya apabila Allah mengizinkannya dan merencanakan akan membawa
menantunya yaitu; Sitti Nuria (Istrinya Haji Halim kini telah Hajja) dan satu
pendamping (Pattetteng). Jauh sebelumnya, Gurutta sudah seringkali menyinggung
harapannya untuk menghembuskan nafas terakhirnya di Mekka atau di Madinah dan
ingin dikuburkan bersama para sahabat dan keluarga Nabi. Bahkan ketika itu,
Gurutta sering berpesan, agar nantinya jika meninggal dunia, pusaranya dibangun
sederhana dan sekedar tanda bahwa Gurutta dikuburkan disini atau sama dengan
pusara lainnya, layaknya orang biasa. Hal ini, karena Gurutta tidak ingin jika
nantinya kuburannya dijadikan sebagai tempat keramat atau tempat berdoa untuk
meminta reski atau petunjuk bagi mereka yang tidak memahami makna ketauhidan
Allah Swt sebagaimana yang terjadi pada kuburan seseorang di Pasandorang.
Ketika Gurutta menyinggung bahwa dirinya merencanakan naik haji sebelum
meninggal, kami hanya mengatakan mudah-mudahan Gurutta bisa haji dan kembali ke
tanah air dengan selamat dan sehat wal’afiat serta diberikan umur yang panjang.
Setelah beberapa bulan kemudian atau juga mungkin
hampir satu tahun di Mesir, kami mendengar kabar dari teman-teman senior
seperti, Amin Shomad, Amin Appa dan Yahya Ahmad bahwa Gurutta akan naik haji
tahun ini dengan menggunakan Biro Perjalaanan Haji Tiga Utama. Tapi waktu itu,
saya sudah lupa apakah tahun 1994 atau tahun 1995. Dalam hati saya selalu
bertanya-tanya bagaimana nanti melayani Gurutta di Saudi jika Gurutta naik
haji. Karena pengalaman setiap kali ke Saudi, sulit sekali menyisahkan waktu
untuk keluarga atau siapapun yang datang dari kampong khususnya kami yang
bekerja di Tiga Utama. Saya selalu berdoa dan berharap mudah-mudahan Gurutta
nanti masuk dalam Group saya sehingga saya bisa melayani dengan baik karena
jika Gurutta masuk di Group lain, maka sulit melayaninya. Sebagai informasi
bahwa pada tahun 1989-1997, Biro Perjalanan Haji Tiga Utama, milik Ande Latif
dari Enrekang, Sul-Sel adalah sebuah Biro Perjalanan Haji yang paling bergensi
di Indonesia sehingga semua kalangan elit baik di Jakarta maupun di daerah
lainnya memilih Tiga Utama jika ingin menunaikan Ibadah haji. Bahkan para
pejabat tinggi negara termasuk Presiden RI, Suharto pada tahun 1991 memilih
Tiga Utama sebagai jasa fasilitator untuk menunaikan ibadah haji. Peraturan
bagi Guide atau Petugas di Tiga Utama, sangat ketat dan setiap petugas dilarang
mengkavling satu jamaah atau satu kelompok tertentu dan harus memperlakukan
jamaahnya secara adil. Setiap Group terdapat 42-50 jamaah, artinya seorang
Guide atau Petugas, harus melayani 42-50 jamaah secara adil dan tidak
membeda-bedakan khususnya ketika menjalankan manasik haji.
Ketika Penanggung Jawab Guide dan Petugas Cairo Dr.
Surya Dharma memberikan brief mengenai mekanisme kerja dan pembagian tugas
setiap Guide selama musim haji dan membagikan nama-nama jamaah haji Tiga Utama
serta Group masing-masing, Alhamdulillah saya ditugaskan di Group dimana
terdapat nama Gurutta dan pendampingnya. Saya berbahagia dan berterima kasih
kepada Panitia di Tiga Utama karena saya telah ditugaskan di Group Gurutta,
sehingga saya bisa membantu dan melayani Gurutta setiap saat mulai dari
kedatangan di Jeddah sampai kepulangan ke Indonesia termasuk melayani dalam
menjalankan manasik Haji dan ibadah-ibadah lainnya seperti ziarah dan belanja
kebutuhan Gurutta.
Gurutta tiba di Jeddah dalam keadaan sehat
wal-afiat, segar, ceriah dan masih seperti waktu kami bertemu di Kaballangang
tahun 1993. Gurutta sangat senang karena kami dapat menjemputnya dan
bersama-sama di bus dari Airport Haji ke Hotel dan dari Hotel ke Airport untuk
melanjutkan perjalanan ke Madina. Gurutta didampingi oleh menantunya Sitti
Nuria, (Istrinya Haji Halim), dan seorang pendamping asal Kalimantan (lupa
namanya). Ketika awal mobilisasi dari Airport ke Hotel, kami memperkenalkan
kepada jamaah bahwa ini adalah Guru kami ketika masih di Pesantren dan beliau
seperti orang tua sendiri……… jamaah-pun mengerti dan tidak keberatan karena
mereka juga menyadari kondisi Gurutta waktu itu yang sudah sangat tua di
pandangan mereka sehingga mereka tidak keberatan jika saya memberikan perhatian
khusus kepada Gurutta. Ini saya lakukan untuk menghindari adanya kesan dari
jamaah kalau saya mengkavling satu jamaah.
Biasanya setiap kali mobilisasi, saya meminta
Gurutta agar duduk di Kursi bersama pendampingnya sambil menunggu saya
memobilisasi jamaah yang lain naik ke bus atau turun ke bus. Biasanya ketika
berangkat saya terlebih dahulu menaikkan Gurutta ke Bus dan menempatkan di
kursi depan kemudian setelah itu, saya memobilisasi jamaah lainnya naik ke Bus.
Akan tetapi jika turun dari Bus biasanya saya meminta Gurutta untuk tetap di
bus dan menunggu sampai saya selesai menurunkan semua jamaah hingga ke lokasi
tujuan, setelah itu, baru kembali ke Bus memapah Gurutta bersama pendampingnya.
Adapun Sitti Nuria biasanya saya biarkan bergabung bersama jamaah lainnya masih
pada kuat. Yang saya rasakan sekali beratnya, ketika mobilisasi pertama dari Airport
ke Hotel dan dari Hotel ke Airport Jeddah, kemudian selanjutnya ke Madinah
menggunakan Pesawat karena saya harus bolak-balik menjemput dan memasuki pintu
ke pintu untuk memapah Gurutta. Namun saya juga merasa puas, karena saya bisa
mendapat kesempatan untuk memberikan pelayanan kepada seorang ulama yang telah
berjasa kepada kami.
Setelah beberapa hari di Madina, Gurutta mulai
mengeluh dan sering kali kesakitan dan muntah-muntah. Bahkan Gurutta kadang
tidak bisa bangun untuk menunaikan sholat jamaah di Mesjid Nabawi.. Ketika itu,
saya sering kali, baru saja tiba di pintu hotel, setelah mengantar jamaah
lainnya, seorang teman berteriak kalau saya dari tadi dicari Pattentenna
Gurutta. Saya biasanya langsung ke kamar dan menanyakan kondisi Gurutta. Setelah
menanyakan mengenai keluhanya, biasanya saya langsung memanggil petugas
kesehatan untuk segera melihat dan memeriksa Gurutta. Alhamdulillah setiap kali
membutuhkan Dokter selalu saja ada di tempat dan mereka umumnya sangat
kooperatif dan tidak menunggu waktu untuk segera pergi memeriksa Gurutta.
Gurutta mengidap penyakit maag sehingga setiap kali makan yang asem-asem, pasti
mengeluh kesakitan dan muntah, makanya saya meminta kepada Pattettenna agar
tidak menyediakan buah-buah yang asem seperti anggur yang paling disenangi
Gurutta dan kalo bisa hanya pisang saja atau bubur. Di hotel tempat Gurutta
menginap ada dapur kecil, sehingga di sela-sela kesibukan, saya sering kali
membuat bubur untuk Gurutta dan tidak mengizinkan Gurutta untuk makan bersama
jamaah lainnya karena makanan yang tersedia di Restaurant umumnya mengandung
zat-zat yang sangat bertentangan dengan perut Gurutta.
Selama di Madina khususnya ketika Gurutta lagi
merasa nyaman dan sehat kami sering bercerita mulai dari yang kecil-kecil
sampai masa depan Kaballangang. Kawan-kawan DDI juga sering kali berkumpul di
kamar Gurutta seperti Hatta, Mustaming Maddu dan kawan-kawan lainnya dari DDI
Mangkoso. Yang sangat membantu kami selama melayani Gurutta di Madina karena
Saudara Hatta satu program dengan kami dan kawan-kawan lainnya dari DDI
Mangkoso yang umumnya berasal dari Pinrang dan mereka sangat antusias untuk
melayani Gurutta, jika kami membutuhkan atau menggantikan saya jaga malam jika
harus menemani Gurutta.
Di Madina, kami sempat jalan-jalan di bersama
Gurutta di sepanjang tokoh dekat Mesjid Nabawi. Gurutta ketika menawar atau
ingin membeli sesuatu sering kali menggunakan bahasa Arab Fusha atau bahasa
Arab yang sesuai dengan qaedah, sehingga penjual umumnya kadang tidak mengerti
apalagi kalau pemilik tokoh bukan asli Saudi. Di Negara-negara Arab, bahasa
Fusha umumnya digunakan sebagai bahasa komunikasi resmi seperti pertemuan
resmi, ceramah atau pengajian, sementara bahasa sehari-hari umumnya menggunakan
bahasa Arab Ammi yang sudah mengalami perubahan atau tambahan hurup lain yang
membuat vocal suara ketika mengucapkan agak ringan, gampang dan tidak kaku.
Bahasa Arab Ammi biasanya digunakan dalam pergaulan sehari-har seperti di
pasar, bahasa sinetron atau bahasa gaul bagi anak muda-mudi baik di sekolah
maupun di luar sekolah, di rumah atau di luar rumah. Gurutta sama sekali tidak
menyukai bahasa Ammi karena menganggap sebagai broken language. Memang benar
apa kata Gurutta kalau bahasa Arab ammi adalah broken language. Akan tetapi
bagaimanapun, bahasa Ammi sudah menjadi kebiasaan di setiap negara Arab sebagai
bahasa komunikasi sehari-hari sehingga dimanapun kita berada harus menggunakan
bahasa arab Ammi bahkan sering kali menjadi bahan tertawaan jika kita
menggunakan bahasa Arab Fusha. Gurutta menilai saya sudah sangat fasih
berbahasa Ammi, padahal kalau saya banding dengan teman-teman masih banyak yang
lebih fasih berbahasa Ammi dibanding saya karena saya sendiri ketika itu, tidak
terlalu senang bergaul dengan orang Arab apalagi orang Mesir.
Mobilisasi kedua yang sangat berat saya rasakan
yaitu, ketika Wukup di Arafah. Di sela-sela kesibukan menjalankan tugas dan
melayani jamaah satu persatu dari dapur ke kema untuk membagikan makanan dan
dari kema ke countainer untuk mendapatkan buah-buahan, soft drink dan juices
untuk jamaah, tiba-tiba kami dipanggil oleh seseorang dan menyampaikan bahwa
Gurutta jatuh pingsang. Semua teman dan petugas sedang sibuk menjalankan tugas
dan tidak ingin membiarkan jamaahnya terlantar, lapar atau haus karena pada saat
itu seluruh petinggi Tiga Utama, ada di lokasi kema untuk mengontrol setiap
petugas melayani jamaahnya secara baik. Tanpa mengurangi rasa hormat dan
kepercayaan, saya meminta izin untuk melayani Gurutta dan mengangkatnya ke
ruang khusus bersama pendamping Gurutta. Gurutta dirawat di klinik kesehatan
yang telah disediakan oleh Tiga Utama dimana terdapat dokter-dokter ahli dari
berbagai spesialis. Kami sangat senang karena Dokter Ahli yang menangani
Gurutta kebetulan berasal dari Makassar dan berdomisili di Jakarta namun
mengenal baik Gurutta sejak kecil bahkan yang bersangkutan berasal dari satu
daerah dengan Gurutta yaitu Sengkang. Berkat penanganan serius yang dilakukan
oleh tim medis, Gurutta kembali pulih dan sehat kembali, kamipun kembali
bekerja sebagaimana biasanya dan mempersiapkan segalanya untuk berangkat ke
Muzdalifa.
Di malam hari, jamaah berangkat ke Muzdalifa untuk
mengambil batu, kemudian selanjutnya ke Mina untuk melontar dan menginap
beberapa hari di Mina untuk mengambil nafar awwal dan selanjutnya jamaah
berangkat ke Mekkah. Selama mobilisasi dan pelaksanaan manasik haji di
Masy’aril Haram dan Mekkah, Alhamdulillah Gurutta sehat wal’afiat sampai
akhirnya saya dan Gurutta berangkat lebih awal ke Jeddah untuk menunggu
kepulangan rombongan Gurutta ke Indonesia yang masih ada di Mekkah. Di Jeddah,
kami agak merasa lega, selain karena Gurutta mulai pulih dan sehat wal’afiat,
Gurutta beristirahat di kediaman Ustaz Sabir Bugis dan mulai menemukan kembali
makanan kesukaannya. Selain itu, di Jeddah, juga ada Ustaz Abduh Shamad yang
sudah lama berdomisili di Saudi dan setia melayani Gurutta.
Perjuangan dan kerja keras melayani Gurutta dalam
menunaikan Ibadah Haji telah selesai. Kami-pun merasa puas dan bahagia telah
mengabdikan diri kepada Gurutta. Setelah beberapa jam dan sebelum kami kembali
ke Mekka untuk melanjutkan pekerjaan dan mengurus Jamaaah Group kami yang masih
tinggal beberapa hari di Mekkah, kami dipanggil Gurutta ke kamar dan
menyerahkan kepada kami beberapa lembar uang dalam bentuk dollar Amerika yaitu,
sebesar US $ 500,-. Kata Gurutta ini sisa duitku, gunakan saja untuk
keperluanmu di Mesir. Saya bilang ke Gurutta ini terlalu banyak puang dan saya
juga masih punya duit dan saya juga punya beasiswa di Mesir. Gurutta hanya
bilang “Hanya kamu yang saya berikan duit, tidak ada yang lain, walaupun ada
satu orang yang minta duit ke saya”. Saya-pun menerima duit itu dengan senang
hati sebagai wujud penghormatan Gurutta atas kerja keras saya membantu selama
menunaikan manasik Haji tanpa menceritakan kepada siapapun untuk menghindari
rasa cemburu. Selain duit, Gurutta juga menyerahkan ke saya satu baju kaos,
warna putih yang selalu digunakan selama di Saudi Arabia sebagai pakain dalam.
Saya senang sekali motif dan tulisan bahasa Inggris yang ada di dada baju itu
yang artinya demikian “Dari sebuah benih, muncul sebuah akar; dari sebuah akar,
muncul sebuah tunas; dari sebuah tunas muncul sebuah pohon; dari sebuah pohon,
muncul sebuah cabang; dari sebuah cabang muncul sebuah ranting dan daun; dari daun
dan ranting muncul buah yang bermanfaat bagi setiap orang”.
Sekian, semoga bermanfaat!
Tulisan sebelumnya:
- Kenangan DR MuhammadSuaib TahirBersama Anregurutta (3)
- Kenangan DR MuhammadSuaib Tahir Bersama Anregurutta (2)
- Kenangan DR Muhammad Suaib Tahir Bersama Anregurutta (1)
Artikel berhubungan:
- Catatan: Haul Anregurutta ke-13 Tahun 2009
- Haul Gurutta Ambo Dalle
- Mengejar Berkahnya Gurutta KeTanah Bugis
- Seorang Anak Polisi MemburuBarakka’ Ke Kaballangang
- Barakka’-na Anregurutta AmboDalle
- Isra'-Mi'raj Ke Elle Salewo-E Bersama Gurutta H. Jamalu
- Seorang Muhajir Fakir
No comments:
Post a Comment