Friday, January 11, 2013

KENANGAN DR MUHAMMAD SUAIB TAHIR BERSAMA ANREGUTTA AMBO DALLAE (4)



Purnama di Kaballangang (4):
(Mengenang al-Marhum Gurutta Ambo Dalle)

Vonis Gurutta Adalah Hikmah

Mungkin semua teman-teman yang pernah mondok di Kaballangan baik yang tinggal bersama Gurutta maupun di Asrama, senior atau junior, guru atau santri hampir semua pernah divonis atau dimarahi Gurutta, apakah karena ia berbohong, mencuri ayam temannya atau menyakiti sesamanya, malas ke pengajian atau main-main saat pengajian berlangsung, suka bolos atau keluar malam, atau camping ke gunung atau menghilang karena ingin mengikuti ujian negeri Tsanawiyah atau Aliya, atau merokok atau pelanggaran lainnya yang biasanya dilakukan kalangan remaja atau mereka yang mulai menginjak umur dewasa. Biasanya Gurutta tidak membeda-bedakan siapapun yang melanggar baik yang tinggal bersama Gurutta maupun yang di Asmara, semuanya kena vonis atau amarah bahkan Gurutta sering kali memberikan vonis kepada mereka yang tinggal di rumahnya, khususnya jika mereka kedapatan merokok, berbohong, atau menyalahkan gunakan amanah yang dipercayakan kepadanya seperti, menyalahgunkan uang yang diperuntukkakn untuk membeli sesuatu yang dipesan Gurutta, tetapi diimanfaatkan sebagian untuk membeli sesuatu yang sangat dibenci Gurutta seperti rokok atau digunakan hura-hura ke Pinrang atau ke Pare-Pare. Suatu ketika, seorang teman diminta membeli sayur-mayur ke pasar Pekkabata, tetapi ternyata sebagian uang dimaksud digunakan membeli rokok. Ketika itu, Gurutta tidak tahu kalau sebagian uang yang dititipkan untuk membeli sayur mayur, sebagiannya dibelikan rokok. Semua berlangsung aman tanpa ada komen dan Gurutta-pun tidak menanyakan sisa uang belanja. Namun setelah beberapa hari, Gurutta mengetahui kalau uang yang dititipkan untuk membeli sayur mayur, ternyata sebagiannya digunakan untuk membeli rokok. Padahal tidak ada satupun diantara kami yang memberitahukan Gurutta dan tidak satupun yang bercerita karena proyek pembelian rokok telah berlangsung aman, tertib dan sukses. Setelah Gurutta mengetahui hal itu, Ia sangat marah bahkan semua kena amarah tanpa kecuali termasuk mereka yang tinggal di Asrama. 

Salah satu kelebihan Gurutta ketika marah tidak pernah menunjuk hidung atau pelaku kesalahan, walaupun Gurutta mengetahui siapa yang melakukannya. Gurutta menyembunyikan dan tidak menyebut-nyebut nama siapapun yang melakukan kesalahan. Namun cukup menyampaikan dampak negatif atas perbuatan setiap orang terhadap dirinya sendiri seperti, hati yang gelap sulit menerima cahaya dan ilmu pengetahuan. Sikap ini sangat arif, karena menyebut nama seorang pelaku sama halnya mempermalukan di tengah umum, karena itu tidak satu pun santri, baik yang pernah dimarahi atau tidak pernah dimarahi dendam terhadap Gurutta bahkan mereka yang telah bersalah merasa berdosa. Gurutta sangat berpegang teguh pada prinsip-prinsip keharmonisan antara sesama dengan mempraktekkan makna hadis Rasulullah Saw “Barangan siapa yang menutup aurat atau kejelekan sesamanya, maka Allah akan menutup aurat dan kejelakanya di hari kemudian” dan barang siapa yang membuka aurat dan kejelakan sesamanya, maka Allah akan membuka aurat dan kejelakannya di hari kemudian”. 

Pertanyaannya dari mana Gurutta mengetahui kalau sebagian uangnya digunakan membeli rokok? Menurut penuturan Gurutta bahwa malam itu, didatangi seseorang yang tidak dikenal dan tidak berbentuk seperti manusia biasa. Saya sendiri tidak mengerti penjelasan Gurutta apakah itu, jin, atau malaikat atau seorang wali atau bagaimana dan siapa?. Yang jelasnya Gurutta mengatakan bahwa telah datang kepada saya tadi malam dan mengatakan dalam bentuk kalimat yang bunyinya begini “خذ سلفأ” (khudz salafan). Saya sendiri waktu itu, tidak mengerti apa arti kata itu, walaupun Gurutta telah menjelaskan secara rinci makna dan maksud kata itu. Yang jelasnya menurut Gurutta bahwa yang datang tadi malam membawa uang agak marah karena sebagian uang yang telah diberikan sebelumnya telah disalahgunakan oleh anak-anak di rumahnya. Ketika itu, semua yang tinggal di rumah Gurutta ketakukan mendengar cerita Gurutta dan saya sendiri tidak berani memanfaatkan kepercayaan Gurutta ke hal-hal yang dianggap tidak benar. Saya dan teman-teman lain ketika bersama Gurutta, sering kali melihat dan menyaksikan uang dalam bentuk besar baik itu berupa sumbangan dari kaum elit di Makassar maupun bantuan langsung dari Allah (meminjam istilah Gurutta). Tapi saya sendiri, sama sekali tidak memiliki keberanian untuk mengambil satu sen pun kecuali meminta langsung ke Gurutta. Uang yang dianggap Gurutta sebagai bantuan langsung dari Allah, biasanya dibelanjakan ke hal-hal yang sifatnya umum seperti pembangunan Mesjid Al Wasila atau pembangunan Asrama atau fasilitas sekolah atau fasilitas umum lainnya yang dapat dinikmati semua anak santri dan guru. 

Kembali kepada arti kata “خذ سلفأ” (khudz salafan) yang agak susah saya pahami waktu itu. Setelah lama di negeri Arab, akhirnya kami memahami makna kalimat itu. Kata tersebut bisa berarti demikian: Ambil ini sebagai pinjaman atau ambil ini lebih awal tapi nanti diganti atau berarti Ambil saja barang ini. Artinya ibarat pemberian bersyarat yang harus dibayar oleh Gurutta melalui perjuangan spiritual atau perjuangan riil. Orang Arab biasanya kalau ingin meminjam uang mengatakan “أعطيني سلفية” (berikan dulu saya pinjaman). Kata “سلف  artinya “dulu” atau “terdahulu” atau “awal”. Makanya para ulama yang berpegang teguh pada teori sahabat, baik dalam berakidah maupun bersyariah dinamakan Ulama Salafaiya atau kelompok-kelompok ulama yang berpegang teguh pada ajaran-ajaran Nabi dan Sahabat-sahabatnya tanpa memperhatikan hasil pemikiran atau ijtihad ulama-ulama yang muncul dalam sejarah Islam di kemudian hari. 

Setelah Gurutta mengetahui jika ada diantara anak-anaknya yang telah menyalah gunakan uang yang dipercayakan kepadanya, Gurutta sering kali mengangkat kisah ini dalam setiap pengajian di Mesjid sehingga istilah “خذ سلفأ” hampir semua pernah di dengar oleh teman-teman waktu itu. 

Kembali kepada vonis Gurutta, saya sendiri beberapa kali divonis karena melakukan kesalahan-kesalahan yang dianggap fatal sepert, menyembuynikan fakta atas kejadian yang menimpa saya dengan Saudara Yanse ketika menggunakan motor vespa milik Gurutta ke Pare-Pare dan beberapa kesalahan lainnya sehingga Gurutta memindahkan saya ke sebuah Asrama baru, persis samping Mesjid Alwasila yang sama sekali tidak ada penghuninya. Namun kemudian, Asrama dimaksud dijadikan teman-teman sebagai tempat perkumpulan setelah makan bersama Gurutta untuk merokok, minum kopi dan memutar music dangdut dan lain-lain. Setiap kali Gurutta mengenakan vonis, kami sama sekali tidak pernah merasa tersinggung atau juga marah atau lain-lain sebagainya dan sebaliknya Gurutta-pun demikian tidak pernah menyimpang amarahnya dan dendam. Walaupun kena vonis atau sedang dimarahi, namun tetap makan bersama dengan Gurutta dan melayani setiap saat. Sikap pemaaf dan penyayang sangat kental pada diri Gurutta dan sebaliknya sikap dendam atau emosional sangat jauh dari Gurutta. Suatu ketika, kami pernah bertanya dan pertanyaan ini, juga sering dilontarkan oleh teman-teman lain termasuk para guru-guru mengenai resep atau cara untuk bisa memperoleh sebagaimana yang sering diperoleh Gurutta yaitu, uang yang datang secara tiba-tiba di kamar Gurutta dengan aroma yang sangat harum. Gurutta hanya tersenyum simpul jika ada pertanyaan seperti itu yang muncul sambil menjelaskan bahwa sesungguhnya masih sangat jauh bagi kalian dan tidak mudah untuk mencapai ke tingkat seperti itu. Namun, juga bukan sesuatu yang mustahil bagi setiap orang diantara kalian, jika bersungguh-sungguh untuk mewujudkannya. Gurutta sering mengatakan “Paccingi atimmu, alemu na’ niatmu” Artinya; bersihkan hatimu,  jiwamu, dirimu dan niatmu”. Ada beberapa sifat yang sering kali ditekankan Gurutta terhadap santrinya agar sifat tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari karena dengan sifat-sifat tersebut, maka seseorang akan menjadi mulia dan bermartabat; yaitu, tidak suka berbohong, tidak dengki, tidak hasut, tidak iri hati, tidak sombong atau angkuh, lemah lembut, sopan santun, berkahlak mulia, tidak rakus, rendah diri, selalu berniat baik, suka membantu, disiplin, jujur, ikhlas, sabar, patuh, selalu merasa puas, bekerja keras dan tidak malas dan dan sifat-sifat yang terpuji. Menurut Gurutta, jika sifat-sifat ini, sudah melekat pada diri seseorang maka secara tidak sadar, telah memasuki jenjang pertama menuju kesempurnaan akhlak. Setelah sifat-sifat ini, telah dimiliki oleh seseorang, selanjutnya mulai komitmen untuk mementingkan kepentingan umat dibanding kepentingan pribadi; lebih mencintai agama dan akhirat dibanding dunia dan kekuasaan; membersihkan pikiran dari hal-hal yang negatif; selalu mendekatkan diri kepada Allah, sabar dan tawakkal. Kemudian setelah itu, beranjak kepada kecintaan kepada Allah dan Rasulnya serta ajarannya melalui pengamalan ibadah seperti, menjaga sholat lima waktu, sholat tahajjud, duha, witir, puasa sunnah, puasan Senin dan Kamis dan puasa sunnat lainnya. Jika semua sifat-sifat ini telah dimiliki oleh seseorang dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka akan mulai memasuki tahap penyingkapan atau dalam istilah kesufian “الكشف”. Ketika seseorang telah sampai kepada tingkat “الكشف” maka seseorang akan memulai sebuah perjuangan baru menuju “معرفة” dengan berupaya menyingkap semua rahasia-rahasia dibalik yang kongkrit atau apa yang disebut dengan “الموجودات الحسية”. Ditingkat inilah seseorang akan mendapat fasilitas untuk bisa berkomunikasi langsung kepada Yang Kuasa. 

Teori yang dijelaskan oleh Gurutta ini setiap pengajian kelihatan sangat sederhana dan dapat dicerna oleh setiap santri yang sadar. Namun untuk mengaplikasikannya nampaknya agak berat dan sulit sekali. Apa yang sering disampaikan oleh Gurutta secara ringkas dan padat, tentu merupakan bagian dari pengalamannya yang sedang dijalani waktu itu. Sifat-sifat tersebut, akan kita temukan dalam buku-buku Tasauf bagi mereka yang senang membacanya atau menekuni suatu tareqat. 

Karena itu, sifat-sifat yang dimiliki Gurutta dan prilaku yang muncul dari diri Gurutta baik itu perkataan ataupun dalam bentuk ucapan mengandung sebuah hikmah atau makna kepada setiap pribadi dan menjadi petunjuk atas diri seseorang karena apapun yang dilakukan dan dikatakan Gurutta sebagai seorang sufi, merupakan cerminan dari petunjuk Allah atau “نور إلهي yang ada pada diri setiap orang yang bertaqwa dan wara. 

Dari akumulasi kesalahan yang kami lakukan selama hampir satu tahun terakhir bersama Gurutta, mendorong Gurutta untuk mencalonkan kami sebagai salah satu penerima beasiswa Al Azhar yang setiap tahunnya diberikan kepada DDI. Harapan Gurutta, tentu agar kami memasuki alam baru, hidup baru, tanggung jawab baru sehingga lebih bersemangat menjalani hidup ini setelah hampir delapan tahun bermukim di Kaballangang.

Pertemuan terakhir dengan Gurutta:

Ketika kembali ke Kaballangang pada tahun 1993, Gurutta menyinggung bahwa dirinya merencanakan naik haji tahun depan atau tahun berikutnya apabila Allah mengizinkannya dan merencanakan akan membawa menantunya yaitu; Sitti Nuria (Istrinya Haji Halim kini telah Hajja) dan satu pendamping (Pattetteng). Jauh sebelumnya, Gurutta sudah seringkali menyinggung harapannya untuk menghembuskan nafas terakhirnya di Mekka atau di Madinah dan ingin dikuburkan bersama para sahabat dan keluarga Nabi. Bahkan ketika itu, Gurutta sering berpesan, agar nantinya jika meninggal dunia, pusaranya dibangun sederhana dan sekedar tanda bahwa Gurutta dikuburkan disini atau sama dengan pusara lainnya, layaknya orang biasa. Hal ini, karena Gurutta tidak ingin jika nantinya kuburannya dijadikan sebagai tempat keramat atau tempat berdoa untuk meminta reski atau petunjuk bagi mereka yang tidak memahami makna ketauhidan Allah Swt sebagaimana yang terjadi pada kuburan seseorang di Pasandorang. Ketika Gurutta menyinggung bahwa dirinya merencanakan naik haji sebelum meninggal, kami hanya mengatakan mudah-mudahan Gurutta bisa haji dan kembali ke tanah air dengan selamat dan sehat wal’afiat serta diberikan umur yang panjang. 

Setelah beberapa bulan kemudian atau juga mungkin hampir satu tahun di Mesir, kami mendengar kabar dari teman-teman senior seperti, Amin Shomad, Amin Appa dan Yahya Ahmad bahwa Gurutta akan naik haji tahun ini dengan menggunakan Biro Perjalaanan Haji Tiga Utama. Tapi waktu itu, saya sudah lupa apakah tahun 1994 atau tahun 1995. Dalam hati saya selalu bertanya-tanya bagaimana nanti melayani Gurutta di Saudi jika Gurutta naik haji. Karena pengalaman setiap kali ke Saudi, sulit sekali menyisahkan waktu untuk keluarga atau siapapun yang datang dari kampong khususnya kami yang bekerja di Tiga Utama. Saya selalu berdoa dan berharap mudah-mudahan Gurutta nanti masuk dalam Group saya sehingga saya bisa melayani dengan baik karena jika Gurutta masuk di Group lain, maka sulit melayaninya. Sebagai informasi bahwa pada tahun 1989-1997, Biro Perjalanan Haji Tiga Utama, milik Ande Latif dari Enrekang, Sul-Sel adalah sebuah Biro Perjalanan Haji yang paling bergensi di Indonesia sehingga semua kalangan elit baik di Jakarta maupun di daerah lainnya memilih Tiga Utama jika ingin menunaikan Ibadah haji. Bahkan para pejabat tinggi negara termasuk Presiden RI, Suharto pada tahun 1991 memilih Tiga Utama sebagai jasa fasilitator untuk menunaikan ibadah haji. Peraturan bagi Guide atau Petugas di Tiga Utama, sangat ketat dan setiap petugas dilarang mengkavling satu jamaah atau satu kelompok tertentu dan harus memperlakukan jamaahnya secara adil. Setiap Group terdapat 42-50 jamaah, artinya seorang Guide atau Petugas, harus melayani 42-50 jamaah secara adil dan tidak membeda-bedakan khususnya ketika menjalankan manasik haji. 

Ketika Penanggung Jawab Guide dan Petugas Cairo Dr. Surya Dharma memberikan brief mengenai mekanisme kerja dan pembagian tugas setiap Guide selama musim haji dan membagikan nama-nama jamaah haji Tiga Utama serta Group masing-masing, Alhamdulillah saya ditugaskan di Group dimana terdapat nama Gurutta dan pendampingnya. Saya berbahagia dan berterima kasih kepada Panitia di Tiga Utama karena saya telah ditugaskan di Group Gurutta, sehingga saya bisa membantu dan melayani Gurutta setiap saat mulai dari kedatangan di Jeddah sampai kepulangan ke Indonesia termasuk melayani dalam menjalankan manasik Haji dan ibadah-ibadah lainnya seperti ziarah dan belanja kebutuhan Gurutta. 

Gurutta tiba di Jeddah dalam keadaan sehat wal-afiat, segar, ceriah dan masih seperti waktu kami bertemu di Kaballangang tahun 1993. Gurutta sangat senang karena kami dapat menjemputnya dan bersama-sama di bus dari Airport Haji ke Hotel dan dari Hotel ke Airport untuk melanjutkan perjalanan ke Madina. Gurutta didampingi oleh menantunya Sitti Nuria, (Istrinya Haji Halim), dan seorang pendamping asal Kalimantan (lupa namanya). Ketika awal mobilisasi dari Airport ke Hotel, kami memperkenalkan kepada jamaah bahwa ini adalah Guru kami ketika masih di Pesantren dan beliau seperti orang tua sendiri……… jamaah-pun mengerti dan tidak keberatan karena mereka juga menyadari kondisi Gurutta waktu itu yang sudah sangat tua di pandangan mereka sehingga mereka tidak keberatan jika saya memberikan perhatian khusus kepada Gurutta. Ini saya lakukan untuk menghindari adanya kesan dari jamaah kalau saya mengkavling satu jamaah. 

Biasanya setiap kali mobilisasi, saya meminta Gurutta agar duduk di Kursi bersama pendampingnya sambil menunggu saya memobilisasi jamaah yang lain naik ke bus atau turun ke bus. Biasanya ketika berangkat saya terlebih dahulu menaikkan Gurutta ke Bus dan menempatkan di kursi depan kemudian setelah itu, saya memobilisasi jamaah lainnya naik ke Bus. Akan tetapi jika turun dari Bus biasanya saya meminta Gurutta untuk tetap di bus dan menunggu sampai saya selesai menurunkan semua jamaah hingga ke lokasi tujuan, setelah itu, baru kembali ke Bus memapah Gurutta bersama pendampingnya. Adapun Sitti Nuria biasanya saya biarkan bergabung bersama jamaah lainnya masih pada kuat. Yang saya rasakan sekali beratnya, ketika mobilisasi pertama dari Airport ke Hotel dan dari Hotel ke Airport Jeddah, kemudian selanjutnya ke Madinah menggunakan Pesawat karena saya harus bolak-balik menjemput dan memasuki pintu ke pintu untuk memapah Gurutta. Namun saya juga merasa puas, karena saya bisa mendapat kesempatan untuk memberikan pelayanan kepada seorang ulama yang telah berjasa kepada kami. 

Setelah beberapa hari di Madina, Gurutta mulai mengeluh dan sering kali kesakitan dan muntah-muntah. Bahkan Gurutta kadang tidak bisa bangun untuk menunaikan sholat jamaah di Mesjid Nabawi.. Ketika itu, saya sering kali, baru saja tiba di pintu hotel, setelah mengantar jamaah lainnya, seorang teman berteriak kalau saya dari tadi dicari Pattentenna Gurutta. Saya biasanya langsung ke kamar dan menanyakan kondisi Gurutta. Setelah menanyakan mengenai keluhanya, biasanya saya langsung memanggil petugas kesehatan untuk segera melihat dan memeriksa Gurutta. Alhamdulillah setiap kali membutuhkan Dokter selalu saja ada di tempat dan mereka umumnya sangat kooperatif dan tidak menunggu waktu untuk segera pergi memeriksa Gurutta. Gurutta mengidap penyakit maag sehingga setiap kali makan yang asem-asem, pasti mengeluh kesakitan dan muntah, makanya saya meminta kepada Pattettenna agar tidak menyediakan buah-buah yang asem seperti anggur yang paling disenangi Gurutta dan kalo bisa hanya pisang saja atau bubur. Di hotel tempat Gurutta menginap ada dapur kecil, sehingga di sela-sela kesibukan, saya sering kali membuat bubur untuk Gurutta dan tidak mengizinkan Gurutta untuk makan bersama jamaah lainnya karena makanan yang tersedia di Restaurant umumnya mengandung zat-zat yang sangat bertentangan dengan perut Gurutta. 

Selama di Madina khususnya ketika Gurutta lagi merasa nyaman dan sehat kami sering bercerita mulai dari yang kecil-kecil sampai masa depan Kaballangang. Kawan-kawan DDI juga sering kali berkumpul di kamar Gurutta seperti Hatta, Mustaming Maddu dan kawan-kawan lainnya dari DDI Mangkoso. Yang sangat membantu kami selama melayani Gurutta di Madina karena Saudara Hatta satu program dengan kami dan kawan-kawan lainnya dari DDI Mangkoso yang umumnya berasal dari Pinrang dan mereka sangat antusias untuk melayani Gurutta, jika kami membutuhkan atau menggantikan saya jaga malam jika harus menemani Gurutta. 

Di Madina, kami sempat jalan-jalan di bersama Gurutta di sepanjang tokoh dekat Mesjid Nabawi. Gurutta ketika menawar atau ingin membeli sesuatu sering kali menggunakan bahasa Arab Fusha atau bahasa Arab yang sesuai dengan qaedah, sehingga penjual umumnya kadang tidak mengerti apalagi kalau pemilik tokoh bukan asli Saudi. Di Negara-negara Arab, bahasa Fusha umumnya digunakan sebagai bahasa komunikasi resmi seperti pertemuan resmi, ceramah atau pengajian, sementara bahasa sehari-hari umumnya menggunakan bahasa Arab Ammi yang sudah mengalami perubahan atau tambahan hurup lain yang membuat vocal suara ketika mengucapkan agak ringan, gampang dan tidak kaku. Bahasa Arab Ammi biasanya digunakan dalam pergaulan sehari-har seperti di pasar, bahasa sinetron atau bahasa gaul bagi anak muda-mudi baik di sekolah maupun di luar sekolah, di rumah atau di luar rumah. Gurutta sama sekali tidak menyukai bahasa Ammi karena menganggap sebagai broken language. Memang benar apa kata Gurutta kalau bahasa Arab ammi adalah broken language. Akan tetapi bagaimanapun, bahasa Ammi sudah menjadi kebiasaan di setiap negara Arab sebagai bahasa komunikasi sehari-hari sehingga dimanapun kita berada harus menggunakan bahasa arab Ammi bahkan sering kali menjadi bahan tertawaan jika kita menggunakan bahasa Arab Fusha. Gurutta menilai saya sudah sangat fasih berbahasa Ammi, padahal kalau saya banding dengan teman-teman masih banyak yang lebih fasih berbahasa Ammi dibanding saya karena saya sendiri ketika itu, tidak terlalu senang bergaul dengan orang Arab apalagi orang Mesir. 

Mobilisasi kedua yang sangat berat saya rasakan yaitu, ketika Wukup di Arafah. Di sela-sela kesibukan menjalankan tugas dan melayani jamaah satu persatu dari dapur ke kema untuk membagikan makanan dan dari kema ke countainer untuk mendapatkan buah-buahan, soft drink dan juices untuk jamaah, tiba-tiba kami dipanggil oleh seseorang dan menyampaikan bahwa Gurutta jatuh pingsang. Semua teman dan petugas sedang sibuk menjalankan tugas dan tidak ingin membiarkan jamaahnya terlantar, lapar atau haus karena pada saat itu seluruh petinggi Tiga Utama, ada di lokasi kema untuk mengontrol setiap petugas melayani jamaahnya secara baik. Tanpa mengurangi rasa hormat dan kepercayaan, saya meminta izin untuk melayani Gurutta dan mengangkatnya ke ruang khusus bersama pendamping Gurutta. Gurutta dirawat di klinik kesehatan yang telah disediakan oleh Tiga Utama dimana terdapat dokter-dokter ahli dari berbagai spesialis. Kami sangat senang karena Dokter Ahli yang menangani Gurutta kebetulan berasal dari Makassar dan berdomisili di Jakarta namun mengenal baik Gurutta sejak kecil bahkan yang bersangkutan berasal dari satu daerah dengan Gurutta yaitu Sengkang. Berkat penanganan serius yang dilakukan oleh tim medis, Gurutta kembali pulih dan sehat kembali, kamipun kembali bekerja sebagaimana biasanya dan mempersiapkan segalanya untuk berangkat ke Muzdalifa. 

Di malam hari, jamaah berangkat ke Muzdalifa untuk mengambil batu, kemudian selanjutnya ke Mina untuk melontar dan menginap beberapa hari di Mina untuk mengambil nafar awwal dan selanjutnya jamaah berangkat ke Mekkah. Selama mobilisasi dan pelaksanaan manasik haji di Masy’aril Haram dan Mekkah, Alhamdulillah Gurutta sehat wal’afiat sampai akhirnya saya dan Gurutta berangkat lebih awal ke Jeddah untuk menunggu kepulangan rombongan Gurutta ke Indonesia yang masih ada di Mekkah. Di Jeddah, kami agak merasa lega, selain karena Gurutta mulai pulih dan sehat wal’afiat, Gurutta beristirahat di kediaman Ustaz Sabir Bugis dan mulai menemukan kembali makanan kesukaannya. Selain itu, di Jeddah, juga ada Ustaz Abduh Shamad yang sudah lama berdomisili di Saudi dan setia melayani Gurutta. 

Perjuangan dan kerja keras melayani Gurutta dalam menunaikan Ibadah Haji telah selesai. Kami-pun merasa puas dan bahagia telah mengabdikan diri kepada Gurutta. Setelah beberapa jam dan sebelum kami kembali ke Mekka untuk melanjutkan pekerjaan dan mengurus Jamaaah Group kami yang masih tinggal beberapa hari di Mekkah, kami dipanggil Gurutta ke kamar dan menyerahkan kepada kami beberapa lembar uang dalam bentuk dollar Amerika yaitu, sebesar US $ 500,-. Kata Gurutta ini sisa duitku, gunakan saja untuk keperluanmu di Mesir. Saya bilang ke Gurutta ini terlalu banyak puang dan saya juga masih punya duit dan saya juga punya beasiswa di Mesir. Gurutta hanya bilang “Hanya kamu yang saya berikan duit, tidak ada yang lain, walaupun ada satu orang yang minta duit ke saya”. Saya-pun menerima duit itu dengan senang hati sebagai wujud penghormatan Gurutta atas kerja keras saya membantu selama menunaikan manasik Haji tanpa menceritakan kepada siapapun untuk menghindari rasa cemburu. Selain duit, Gurutta juga menyerahkan ke saya satu baju kaos, warna putih yang selalu digunakan selama di Saudi Arabia sebagai pakain dalam. Saya senang sekali motif dan tulisan bahasa Inggris yang ada di dada baju itu yang artinya demikian “Dari sebuah benih, muncul sebuah akar; dari sebuah akar, muncul sebuah tunas; dari sebuah tunas muncul sebuah pohon; dari sebuah pohon, muncul sebuah cabang; dari sebuah cabang muncul sebuah ranting dan daun; dari daun dan ranting muncul buah yang bermanfaat bagi setiap orang”.

Sekian, semoga bermanfaat!

Tulisan sebelumnya:


Artikel berhubungan:

  1. Catatan: Haul Anregurutta ke-13 Tahun 2009
  2. Haul Gurutta Ambo Dalle 
  3. Mengejar Berkahnya Gurutta KeTanah Bugis
  4. Seorang Anak Polisi MemburuBarakka’ Ke Kaballangang
  5. Barakka’-na Anregurutta AmboDalle
  6. Isra'-Mi'raj Ke Elle Salewo-E Bersama Gurutta H. Jamalu  
  7. Seorang Muhajir Fakir


No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Facebook Badge

MyBukukuningLink

Bertukar link?



Copy kode di bawah masukan di blog anda, MyBukukuning akan segera linkback kembali. TRIMS!

Super-Bee

Popular Posts

BOOK FAIR ONLINE

Book Fair Online

Blog Archive

PENGOBATAN LANGSUNG DENGAN HERBAL ALAMI:

BURSA BUKU IAPDIKA: "KASIH SANG MERPATI" (Rp 25.000)

animated gifs
Info | KLIK: DI SINI | By IAPDIKA

IAPDIKA GALERI:

animated gifs
Info: | KLIK: DI SINI | By IAPDIKA