DDI Menyambut Munculnya Tokoh Pembaharu Putra
Pingitan
Oleh: Rahman Yanse
Anggota Tim Peliputan IMC - Ketua IAPDIKA Reg. Pare-Pare |
Pertemuan Tudang Sipulung warga DDI di rujab pemkot
Samarinda - Kaltim (27-28/4) lalu, yang sekaligus menandai era kebangkitan
“Gerakan Perubahan" di DDI. Pelbagai manuver politik mulai muncul ke
permukaan. Seperti menanti “Passele Pasau” sebagai figur pemersatu DDI,
isu mengenai dualisme dan penyatuan DDI juga mulai mencuat dalam pertemuan
tersebut. Isu penyatuan kembali DDI digunakan oleh semua pihak yang hadir dan
ingin melihat kemajuan DDI . Alasan utamanya adalah bahwa gagasan penyatuan DDI
adalah suatu keharusan dan mutlak diperjuangkan oleh semua warga DDI. Siapapun
yang menolak dan menghalangi gagasan tersebut akan ditolak dan dianggap GPK (Gerakan
Pengacau Keamanan) DDI.
IPDIKA sebagai lokomotif gerakan perubahan di DDI
dalam pertemuan tudang sipulung tersebut misalnya merisaukan adanya
disentregrasi yang terjadi di DDI, munculnya dualisme dibawah kepemimpinan Muiz
Kabry, dan terpuruknya sejumlah pesantren yang dulu menjadi simbol kejayaan DDI
dianggap sebagai bentuk lain dari kegagalan Muiz Kabry , Zainuddin Mubarak,
yang dikenal sebagai aktivis vokal di IPDIKA bahkan dengan tegas menolak
keberadaan Muiz Kabry dan Yunus Samad yang dianggap paling bertanggung jawab
atas munculnya berbagai persoalan tersebut.
Kegiatan Tudang sipulung yang dihadiri para Tokoh
DDI dan Alumni dari berbagai Cabang DDI di Kalimantan ini berlansung dengan
tertib dan penuh keakraban sehingga moment seperti ini diharapkan mampu menjadi
perekat dalam menyatukan DDI kedepan. Munculnya Gagasan penyatuan DDI
sebenarnya sudah lama dikembangkan dan diharapkan oleh semua Alumni DDI.
Menolak gagasan yang berkembang di kalangan alumni DDI adalah pilihan yang
tidak bijak. Karena itu Para pemimpin DDI harus menyadari bahwa telah terjadi
perubahan di dalam tubuh organisasi.
Gagasan-gagasan yang dikembangkan oleh alumni boleh
jadi jauh lebih maju dan relevan untuk pengembangan organisasi di masa depan.
Gagasan-gagasan semacam keterbukaan, kemajuan dan toleransi adalah sangat
penting bagi organisasi besar seperti DDI.
DDI adalah organisasi besar, bahkan berbagai
kalangan menyebut sebagai ormas Islam terbesar ketiga nasional setelah NU dan
Muhammadiyah, tentunya mempunyai harapan yang sangat besar pula. Dan jika
organisasi ini dibiarkan stagnan dan terus-menerus mempertahankan sikap statis,
dan anti perubahan maka yang akan merugi adalah seluruh bangsa. Dengan
kebesaran yang ada, organisasi ini sejatinya membutuhkan regenerasi. Sehingga
upaya untuk kembali menjadi PB setelah menduduki posisi Majlis A’la adalah
percuma. Yang dibutuhkan dari organisasi ini adalah gebrakan-gebrakan dinamis
untuk transformasi sosial ke arah yang lebih baik.
Sejak Tahun 1973 di bawah tangan besi Muiz Kabry,
DDI seolah adalah organisasi kecil yang butuh pengakuan. Itulah yang
menjelaskan kenapa DDI tampak enggan memberi respon tegas terhadap pelbagai
persoalan bangsa. Tiga puluh enam tahun di bawah kendali Muiz Kabry, DDI muncul
sebagai organisasi kerdil yang seolah harus selalu mengikuti arus
konservatifisme agar ia tetap eksis. Sejatinya pilihan-pilihan kebijakan yang
mengikuti arus itu tidak terlalu dibutuhkan oleh DDI, karena pada dirinya
adalah organisasi besar.
DDI membutuhkan pemimpin-pemimpin seperti DR. AGH.
M.A. Rusdy Ambo Dalle dan Prof. AGH. DR. Andi Syamsul Bahri Galigo, MA, Kedua
tokoh itu memiliki kesadaran tentang betapa besar organisasi DDI yang didirikan
Al-Marhum Gurutta AGH. Abdurahman Ambo Dalle.
Dengan kesadaran semacam itu, keduanya dengan
diharapkan bisa melakukan gebrakan-gebrakan dinamis. Mereka tidak takut
berseberangan dengan dominasi status Qou. Mereka dengan lantang dan tegas
melakukan proteksi terhadap DDI Mangkoso yang menjadi bulan-bulanan Muiz Kabry.
Mereka dengan gagah berani melakukan pembelaan terhadap siapapun yang
didzalimi. Mereka maju di garda depan menentang segala bentuk penyalahgunaan
kekuasaan.
Selain Dr. Rusdy dan Prof. Dr. SBAG, turut pula mendukung gagasan pembaharuan ini yaitu Prof. AGH. Faried Wajedi, MA, Drs. AGH. Lukmanul Hakim, Lc dan Tokoh DDI Kaltim, mereka berdiri sejajar mengucapkan "BISMILLAH,,, YES Perubahan NO Status Quo". Sikap-sikap semacam ini hanya muncul dari tokoh yang merasa bahwa
organisasi yang didirikan Gurutta adalah organisasi besar, dan disegani ditanah
air.
No comments:
Post a Comment