Sosiologi
Passelle Pasau (Khalifah) Sebagai Tradisi Para Rasul Allah
Oleh: Med HATTA
Prolog
Allah berfirman:وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةًArtinya: “ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." (QS: 002: 30).
Passelle
Pasau (Khalifah - Arab) adalah jabatan (tugas) tertinggi
bagi segenap makhluk Allah yang diemban oleh manusia di muka bumi. Ketika Allah
menciptakan langit dan bumi lalu menciptakan para malaikat dan iblis, kemudian
berfirma kepada malaikat: "Sesungguh Aku menciptakan di muka bumi
khalifah,,,".
Lalu Allah menciptakan Adam (manusia) dan memerintahkan para malaikat dan
iblis untuk bersujud kepada Adam sebagai penghormatan kepada pejabat baru yang
akan memimpin dan memakmurkan planet bumi, maka para malaikat menghaturkan
hormat kecuali iblis yang menolaknya karena sombong, yang kemudian dilaknat
oleh Allah.
Khalifah
Besar (Passelle Pasau) Sepanjang Masa
Adam sang “passelle pasau” (khalifah) pertama sukses memimpin dan
memakmurkan dunia, selanjutnya digantikan secara berkala oleh para "passelle
pasau" (khalifatun 'uzma) dari keturunannya hingga sampai kepada Nuh
as. Yang terakhir ini mengalami kegagalan karena kezaliman umatnya, meskipun
Nuh telah melakukan dakwah sosialisasi marthon selama 950 tahun tapi tetap
tidak mampu mengendalikan umat manusia dari kesesatan pada saat itu, sehingga
Allah memusnahkan bangsa manusia periode pertama ini secara serentak melalui
sebuah banjir besar yang menenggelamkan dunia seluruhnya, yaitu sekitar tahun
2900 SM. Maka tersisa hanya Nuh dan beberapa orang putra serta
pengikut-pengutnya yang naik bersamanya
di dalam perahu. Oleh karena itu Nabi Nuh as
dikenal juga sebagai Bapak Bangsa Manusia periode kedua.
Setelah
sekitar lebih dari 1000 tahun kemudian, yaitu antara tahun 1864-1686 SM, Allah
mengutus Ibrahim as untuk menjadi “passelle
pasau” (pemimpin) bagi seluruh umat manusia di muka bumi.
Allah berfirman kepada Ibrahim: "Sesungguhnya Aku menjadikanmu pemimpin
bagi seluruh umat manusia" (QS: 002: 124). Ibrahim tidak serta merta menjawabnya, tetapi ia bercermin dari pengalaman
umat-umat sebelumnya mereka dibinasakan Allah karena tidak diwarisi oleh “passelle
pasau” sesudahnya (baca: krisis kepemimpinan).
Maka Ibrahim as memohon kepada Allah agar dijadikan baginya “passelle
pasau” (pewaris tahta) setelahnya, meskipun Allah menjawabnya dengan bahasa
diplomatis kental, dan berfirman: “Janji-Ku tidak meliputi orang-orang zalim”
(QS: 002: 124). Dan seperti Adam sebelumnya, Ibrahim sukses mengemban jabatan
passelle pasau (pemimpin). Dan sukses melaksanakan regenerasi yang profesional,
maka wilayah Qudus dan sekitarnya diwariskan secara berkala kepada keturunan-keturunannya,
mulai dari putranya Ishaq, Ya’qub, Yusuf, melalui Musa dan Harun, hingga sampai
kepada Isa as, yang kemudian dikenal dengan rasul-rasul bangsa Israil.
Wilayah Madyan dan sekitarnya diwariskan kepada Syuain, yang menurunkan
bangsa non-Arab dari garis Sam termasuk bangsa-bangsa Babilon, Achor, Kanan,
dan lain-lain. Di wilayah Iraq diwariskan kepada keturunannya bernama Yunus as,
yang memimpin bangsa Ninui – Iraq. Sedangkan di Jazirah Arab dilanjutkan
Passelle Pasau Ibrahim yang lain yaitu putaranya Ismail as sampai kepada
keturunan terbesarnya, yaitu nabi besar dan passelle pasau terakhir - bagi tradisi
kerasulan - Muhammad SAW. Sehingga
Ibrahim dikenal sebagai Bapak para Rasul (Baca: Bapak Passelle Pasau).
Krisis Kepemimpinan
Kesuksesan Ibrahim as dalam meletakkan dasar-dasar suksesi kepemimpinan di
atas, bukan berarti semuanya mulus seperti yang dibayangkan, tetapi di antara
rasul-rasul pemimpin dari keturunan Ibrahim ada juga yang pernah meresahkan
passelle pasau (pemimpin) sesudahnya, sebut saja nabi Musa as, yang oleh Allah SWT
akhirnya menolongnya dengan menjadikan Harun adik kandungnya sendiri sebagai
pendukung dan passelle pasau sesudahnya.
Lebih parah adalah Zakaria as, yang sampai berusia 109 tahun belum juga
mendapatkan passelle pasau yang diharapkan melanjutkan kepemimpinannya, sehingga
ia harus bermunajat khusus – siang dan malam - memohon kepada Allah agar
dijadikan sesudahnya seorang passelle pasau dari keturunannya, dan berdo’a: “Ya
Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah pemberi
waris yang paling Baik” (QS: 021: 89). Dan Allah kemudian mengabulkan do’anya
dengan menjadikan Yahya putranya sebagai passelle pasau-nya.
Siapakah
Passelle Pasau-na Gurutta Ambo Dalle?
Salah satu hal yang kurang “dioptimalkan” pada masa
kepemiminan Gurutta K.H. Abdurrahman Ambo Dalle, adalah penciptaan kader yang
dapat menjadi tokoh dan ditokohkan dengan “satu badan seribu wajah”,
sebagaimana yang terdapat pada diri Beliau yang kini menjadi mitos dalam beribu
wujud. K.H. Abdurrahman Ambo Dalle ke mana-mana hanya berbadan satu, tidak ada
selain DDI, sebagaimana dalam falsafah populer Beliau: “Anukku anunna DDI,
anunna DDI tania anukku”.
Namun, setelah K.H. Abdurrahman Ambo Dalle meninggal yang
ikut terkuburkan ternyata bukan hanya jasad beliau, tetapi badan yang satu, DDI
nyaris pula dikafani oleh orang-orang tertentu atau kelompok tertentu yang
hanya mengenal beliau dari satu sisi wajah sejarah, tetapi mewujudkannya dalam
beribu wajah mitos berdasarkan kepentingan politiknya.
Di era reformasi sekarang harus ada upaya sistimatis
untuk tetap menghidupkan dan memakmurkan badan yang satu itu, DDI dengan
menciptakan kader sebanyak mungkin yang nantinya dapat menjadi tokoh dan
ditokohkan oleh masyarakat. Mungkin wajah (ketokohan)
mereka sangat spesifik, tetapi itu cukup penting selama wajah yang spesifik itu
terdapat nur DDI.
Gurutta Ambo Dalle hingga akhir hayatnya tidak menunjuk secara langsung seorang “passelle pasau” setelahnya, baik dari anak biologis
atau pun anak ideologisnya. Sehingga ada yang beranggapan bahwa Gurutta Ambo Dalle tidak melakukan hal tersebut karena Beliau telah mentransfer seluruh ilmunya kepada anak-anaknya (biaologis dan idiologis) secara merata, dan ingin
mentradisikan sistem demokrasi (syura) terlaksana dengan baik di dalam suksesi
ditubuh organisasi DDI setelahnya, sebagaimana rasulullah SAW mewariskan
kepemimpinannya kepada khalifah-khalifahnya: Abu bakar, Umar, Utsman, dan Ali.
Ada juga versi yang berkembang bahwa Gurutta Ambo Dalle pernah beberapakali
memberikan indikator tinggi sebagai “passelle pasau”-nya kepada putra
biologisnya Dr. KH. M.A. Rusdy Ambo Dalle, melalui penerbitan sebuah Surat
Keputusan (SK), sebagai tradisi dari para rasul pemimpin, namun usaha Gurutta
tersebut dibatalkan secara sepihak dan SK yang dikeluarkan Gurutta
disembunyikan serta tidak dilegalisasi oleh pengurus DDI waktu itu karena tidak
menyetujuinya.
Kemudian pada Muktamar ke-18 tahun 1998, Gurutta sudah nyaris saja
mengumumkan pengganti (passelle pasau)-nya di atas podium kehormata setelah
seluruh peserta muktamar memohon kepada Beliau menunjuk langsung penggantinya,
namun digagalkan oleh kubu Muiz Kabry dengan membisikinya kalau ada seorang
menteri yang datang dari Jakarta ingin menemui Gurutta, padahal itu hanya
isapan jempol belaka karena sebenarnya tidak ada seorang menteri atau tamu
penting pun yang datang saat itu, hanya akal-akalan dari pembesar kubu ini saja
agar gurutta batal mengumumkan passelle pasau-nya.
Konsep Passelle Pasau (Suksesi) Ideal Dalam Organisasi DDI
Organisasi DDI seperti juga ormas-omas besar Islam
lainnya mempunyai wadah-wadah pengkaderan yang “militan”, seperti IMDI (Ikatan
Mahasiswa DDI), IPDI (Ikatan Pemuda DDI), FADI (Fatayat DDI), IADI (Ikatan
Alumni DDI), dan IAPDIKA (Ikatan Alumni Pesantren DDI Kaballangang). Lembaga-lembaga
ini harus dibina secara serius oleh PB (Pengurus Besar) DDI, karena generasi
muda yang terhimpun di dalam instansi-instansi tersebut sangat potensial
melahirkan “Passelle-passelle pasau” (kader-kader yang multi talenta),
sehingga pada setiap kesempatan kader-kader DDI dapat tampil prima pada semua
lini, dan pada waktunya kader-kader itu dapat tampil sebagai tokoh yang cukup
menentukan jalannya sejarah dalam bidang ketokohannya.
Secara internal DDI telah
mengatur dalam anggaran dasarnya tentang proses regeranasi dalam kepemimpinan
DDI. Maka sangat diharapkan kepada wadah-wadah pengkaderan
yang telah disebutkan di atas menjadi elemen yang
terencana menuju
proses regenerasi ditubuh organisasi
DDI. Karena pemimpin
yang baik adalah pemimpin yang mempersiapkan “Passelle Pasau” (calon pengganti yang multi talenta).
Kesimpulan
DDI sebagai organisasi massa Islam yang besar, sudah
semestinya memberikan perhatian besar terhadap konsep “Passelle Pasau”
(regenerasi) yang parmanent, dengan mengacu kepada manhaj rasul-rasul pilihan
yang lurus, memprioritaskan yang terbaik dari putra yang terbaik DDI, serta
suksesi kepemimpinan ditunjuk dari pigur ulama yang multi talenta, loyal
terhadap organisasi dan memiliki
hubungan emosional yang paling dekat dengan founding father DDI yaitu
Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle, secara biologis dan idiologis.
Untuk mencapai tujuan ini, maka perlu dibentuk lembaga
tertinggi organisasi yang berwibawa, setingkat “Majlis Syuyukh”
(Senator), yang ditentukan 40 orang dipilih berdasarkan keterwakilan dari
masing-masing: Tokoh-tokoh ulama atau cendekiawan yang paling senior di
DDI/Sulawesi, pimpinan-pimpinan pesantren besar DDI, ketua-ketua perguruan
tinggi DDI, tokoh-tokoh publik warga Sulawesi yang berpengaruh secara nasional
maupun kedaerahan, dan pigur-pigur penting lainnya baik dari pemerintahan
maupun swasta.
Majlis Syuyukh atau senator DDI ini yang akan menunjuk pigur
tertentu dari kalangan mereka, dan seterusnya akan dipilih dan dibaiat secara
massal oleh seluruh warga DDI, dengan demikian akan lahir seorang pemimpin baru
yang terbaik untuk menjalankan roda organisasi ke depan.
No comments:
Post a Comment