Kenangan Masa-masa Indah di Kaballangang
Oleh: Faisal As-Sauqy
Asap Kayu bakar terkadang mengeluarkan stetes air
mata untuk merindukan dalam mencapai penderitaan yang menyenangkan, dibalik
semua itu asap kayu bakar ternyata menyimpang rahasia yang amat besar tersirat
pada diri alumni santri Kaballangang, detik demi detik, menit demi menit, jam,
hari minggu, bulan bahkan tahun demi tahun berlalu hingga asap kayu bakar itu
terjawab.
Namun masih menginginkan jawaban pasti, tepatnya
pada tanggal 1-2 Desember 2012 (waktu REUNI) lalu, asap kayu bakar itu terjawab
dengan berbagai macam paradigma Alumni yang dijadikan sebagai pengganti
keprihatinan bagi santri yang patuh dan tunduk akan seni keindahan masa masa di
Kaballangang.
Anregurutta Ambo Dalle mengistilahkan dengan dapur
umum, sosok demi sosok bermuculan canda dan tawa tangis dan kerinduan, rasa
haru yang seraya tak terputus selama masa reuni seakan sejenak akan meraih
purnama keindahan puncak kejayaan bahwa sesungguhnya tidak ada yang mampuh
memisahkan alumni dengan Kaballangang yang diibaratkan kami alumni adalah
jazadnya Kaballangang dan Kaballangang sendiri adalah ruhnya alumni, dan ibarat itu akan
digodok di IAPDIKA Insya Allah.
Meminjam istilah Imam al-Gazali: Seorang dinamakan
berakhak adalah yang moderat plus pembaharu. Karena tiga kecerdasan yang
dimiliki seseorang, tidak menutup kemungkinan ke ketiganya itu bisa saja tak
berarti disebabkan karena banyak orang bermoral dan beretika tapi tidak
berakhlak, tapi otomatis semua orang yang berakhlak sudah pasti beretika dan
bermoral.
Sembilan pakar pendidikan yang mendefinisikan
dilain sisi, bahwa terkadang manusia memiliki kecerdasan intelektual, emosional
dan spritual tapi tidak memiliki kesadaran intelektual, emosional dan spritual,
sementara seorang PEMBAHARULAH yang pantas didefenisikan sebagai orang yang
beretika, bermoral dan berakhlakul karimah, “pesan jangan ada kepentingan
dibalik sesuatu yang dikejar tapi nilailah sebagai suatu keIKHLASAN,,,
Maka IAPDIKA adalah adalah lembaran baru yang mungkin
dan akan mencul dengan kesadaran spritual dan tidak pernah berasumsi untuk
mempetak-petakkan satu kelompok dengan dasar kepentingan yang tidak jelas nuansanya,
tapi IAPDIKA adalah satu ketetapan PONDASI DDI yang ingin merapihkan baju yang
baru saja kering setelah dicuci dengan cara menyetrika, ibarat anak ayam yang
mencari dan rindu kepada induknya untuk disatukan, seketika bertemu maka
tuntaslah permasahan itu dengan rikhla yang sekian lama dirindukan para santri,
dan indikatornya tidak ada yang dipojokkan dan yang memojokkan dengan simbol
yang tak pernah retak “Annuku Anunna DDI Anunna DDI Tania Anukku” (ini
adalah renungan hati nurani yang dimilki oleh seorang PEMBAHARU yang MODERAT).
No comments:
Post a Comment