Oleh: Dr. M. Suaib Tahir
Mencermati peristiwa
Muktamar ke-18 tahun 1998, menukil tulisan di website Ponpes Al Badar Bilalang
Pare-Pare (terlepas maqbul atau mardud), mengingatkan kita pada peristiwa pasca
wafatnya Rasulullah Saw yang ditandai dengan pertarungan menuju kepemimpinan.
Rasulullah tidak menunjuk siapa diantara sahabat atau keluarganya yang akan
menggantikan beliau setelah wafat? apakah sahabat karibnya yang sangat loyal
kepada Rasululullah semenjak kecil seperti, Saayidina Abu Bakar Assiddiq r.a.
atau dari keluarganya yang dianggap memiliki potensi menjadi pemimpin ummat
seperti Sayyidina Ali Bin Abi Thalib r.a. atau sahabat lainnya seperti Umar bin
Khattab r.a. atau Usman bin Affan r.a. yang semuanya memiliki hubungan kekeluargaan
dengan Rasulullah baik itu karena pernikahan antara keluarga ataupun karena
hubungan darah. Rasulullah tidak menunjuk siapa di antara mereka yang akan
menggantikannya untuk memimpin ummat jika ia meninggal dunia.
Bagi yang memahami
Islam secara universal, tentu akan berpandangan bahwa dibalik kebijakan
Rasulullah yang tidak menunjuk siapa yang akan menggantikannya setelah wafat,
adalah sebuah hikmah dan petunjuk bahwa konsep kepemimpinan dalam Islam akan
selalu sesuai dengan zaman dan consensus umum di kalangan masyarakat Islam di
kemudian hari, apakah itu melalui demokrasi atau kudeta atau bentuk lain
seperti dinasti atau monarchi dan lain-lain sebagainya. Akan tetapi yang perlu
dicatat bahwa Rasulullah telah melettakan prinsip-prinsip dasar yang harus
diikuti dalam menentukan pemimpin atau kriteria seorang pemimpin ummat. Namun
bagi mereka yang tidak memahami Islam secara universal, maka akan menilai
sebagai suatu kekhilafan dan ketidaksempurnaan atau kejanggalan dalam Islam (nauzubillah
minzalik).
Gurutta-pun demikian,
tidak menunjuk siapa yang akan menggantikan posisinya setelah ia meninggal,
apakah dari anak biologisnya atau ideologisnya atau yang lain. Terdapat asumsi
bahwa Gurutta tidak menunjuk siapa yang menggantikannya karena seluruh ilmunya
telah ditransfer kepada anak-anaknya baik itu anak biologisnya maupun anak
idioligisnya. Sementara asumsi lain mengatakan bahwa Gurutta telah memberikan
indikator tinggi kepada putranya DR. KH. Ali Rusydi AD melalui pembuatan sebuah
SK yang kemungkinannya tidak dilegalisasi oleh pengurus DDI karena tidak setuju
(Baca tulisan Sdr. Rahman Al Mahdaly).
Terlepas syah atau
tidaknya, perebutan menuju tampuk kepemimpinan DDI pasca wafatnya Gurutta juga
mengalami nasib yang sama pada saat Rasulullah wafat, sebagaimana yang terjadi
pada Muktamar DDI ke-18 dan munculnya DDI-AD.
Perebutan menuju
kepemimpinan ummat, setelah Rasullulah wafat mulai dari Khalifa Abu Bakar
Assiddiq r.a. hingga ke Khalifa Ali Bin Abi Thalib, bukan saja telah
menimbulkan munculnya kubu politik di kalangan ummat Islam kala itu, tetapi
juga telah mengorbankan jiwa para kaum muslimin akibat perang antara kubu
termasuk perang antara kaum muslimin dengan kaum yang murtad. Kondisi ummat
Islam saat itu, memang sangat memprihatinkan bahkan telah mengancam
kelangsungan dakwah Islam sebagaimana yang dialami DDI saat ini. Namun yang
menarik dicatat dan selalu diapresiasi bahwa walaupun telah terjadi perebutan
tampuk kekuasaan dan pertentangan antar kubu, para khalifa telah mampu
membangun sebuah imperium Islam yang solid dan disegani oleh Imperium lainnya
yang dicatat dalam sejarah sebagai masa keemasan Islam. Lebih dari itu, para
khalifa telah mampu mengekspansi Islam bukan saja terbatas di Jazira Arabia
akan tetapi menerobos hingga ke benua Afrika, Eropa dan Asia dalam tempo waktu
30 tahun yang didasarkan atas semangat ke-Islaman.
Perjuangan para
Khalifa untuk mengembalikan semangat ummat Islam sebagaimana ketika Rasulullah
masih hidup, menjadi sebuah prioritas utama bagi setiap khalifa dalam
menjalankan fungsinya. Konsekwensinya, para Khalifa komitmen menghayati dan
mengamalkan seluruh praktek yang telah dijalankan oleh Rasulullah selama
hidupnya baik itu qauli, fi’li dan taqriri dalam menyelesaikan seluruh masalah
yang dihadapi kaum muslimin. Lebih dari itu, para Khalifa telah mengorbankan
harta dan jiwanya dalam rangka melestarikan ajaran Rasulullah dan menjadi suri
teladan bagi kaum muslimin kala itu. Karena itu, Rasulullah dalam sebuah
haditsnya bersabda Alaiukum bissunnati wassunatu khulafaurrasyidin . Hadis ini
menggambarkan betapa pentingnya peran yang dimainkan oleh para Khalifa dalam
menegakkan Islam sehingga ummat Islam dituntut bukan saja bercermin kepada Nabi
tetapi juga para sahabat dan khalifanya.
Kembali kepada prahara
DDI, muncul sejumlah pertanyaan menarik, apakah para pemangku kekuasaan di DDI
setelah Gurutta wafat telah mengaplikasikan sebagian besar prinsip-prinsip
Gurutta dalam memimpin organisasi yang telah ditinggalkan?. Apakah mereka telah
mengaplikasikan nilai-nilai positif dalam hidup keseharian dan kemasyarakatan
serta pendidikan dan dakwah sebagaimana yang pernah dilakukan Gurutta selama
hidupnya? atau seperti yang dilakukan para khalifa terhadap Nabi. Atau apakah
mereka berdiri pada kubu yang berpandangan, bahwa setelah Nabi meninggal, maka
berakhirlah loyalitas terhadap Islam dan suku Arab? Sholat tidak perlu, zakat
tidak perlu, haji tidak perlu dan kembali ke habitat semula karena semua
dilakukan selama ini hanya karena Nabi. Atau mereka pada posisi kubu yang
membait dirinya tanpa melalui musyawarah? Atau seperti Musaelamah Al Kazzab
yang menyatakan dirinya sebagai Nabi di kaumnya ?. Atau sejauh mana kinerja dan
loyalitas yang telah ditunjukkan dalam mengembangkan organisasi dalam tempo
waktu 17 tahun yang sudah lebih separuh dari masa pemerintahan empat Khalifa
dengan prestasi yang sangat cemerlang?.
Pertanyaan-pertanyaan
di atas mungkin dianggap tidak relevan bagi seseorang yang tidak ingin
mengambil ibrah dari teks-teks Islam yang telah mengutarakan bagaimana
semestinya tatanan kehidupan dalam sebuah komunitas dengan alasan bukan saja
berbeda masa akan tetapi lebih dari itu anggapan sebagai manusia biasa dan
bukan malaikat. Namun, menurut pandangan kami bahwa bercermin dan mengambil
pelajaran kepada orang yang lebih baik adalah sebuah kemutlakan karena hidup
dalam keindividuan justru akan menimbulkan sikap otoriter yang cenderung kepada
penyelewengan kekuasaan. Pertanyaan-pertanyaan di atas tampaknya perlu dikaji
secara bersama untuk mengakhiri prahara di DDI. Paling tidak, untuk
menghilangkan kubu-kubu yang ada dalam tubuh DDI yang selama ini bercerai berai
sejak wafatnya Gurutta! atau memilih pemimpin yang memiliki integritas
kebersamaan dan mampu menghimpun kembali seluruh kekuatan yang dimiliki DDI,
sehingga warga DDI dapat kembali bernaung dalam satu atap menyongsong Purnama
yang lebih cemerlang. -?
Muktamar DDI 2014
merupakan momentum yang paling berharga untuk mewujudkan hal tersebut di atas.
Oleh karena itu diperlukan sebuah terobosan dini yang berani dan rasional dan
mampu meramu semua pemikiran yang berkembang di DDI dalam sebuah konferensi
atau rekonsiliasi yang melibatkan semua pihak. Ini hanya bisa dilakukan jika
terdapat sebuah komunitas yang bersatu padu dalam mewujudkan hal itu.
Oleh karena itu, dan
untuk sementara saya beranggapan bahwa harapan, hanya pada IAPDIKA. Karena ia
adalah sebuah sarana yang telah tersedia untuk menjembatani semua kepentingan
dalam tubuh DDI. IAPDIKA bukanlah sebuah kubu yang berusaha merongrong sebuah legalitas
atau bertujuan untuk memecah belah persatuan dan kesatuan dalam tubuh DDI. Akan
tetapi ia adalah sebuah gerakan moral yang dibentuk oleh generasi muda DDI yang
bertujuan mengembalikan nilai-nilai positif dalam hidup berbangsa, bernegara
dan bermasyarakat melalui DDI. IAPDIKA ibarat gerakan pemikiran Sunni yang
muncul dan berkembang secara pesat untuk mengimbangi berbagai corak pemikiran
yang berkembang pada era Khilafa yang umumnya didasarkan atas kepentingan
politik dan golongan. Kalau kelompok Sunni memiliki dua tokoh utama sebagai
rujukan yaitu, Imam Abi Hassan Al Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al Maturidi, maka
IAPDIKA juga memiliki tokoh antara lain DR. KH. Ali Rusydi AD, Prof. DR. KH.
Abd Rahim Arsyad dan Prof. DR. KH. Syamsul Bari Andi Galigo (2R+S).
Semoga Deklarasi
IAPDIKA dan Seminar Nasional di Makassar terlaksana sesuai dengan waktunya.
Amin ya rabbal alamin
Sekian
No comments:
Post a Comment