Pemimpin DDI Ideal:
Ulama Versus Manager
Oleh: Syamsuddin Sennang
Dikotomi
mendasar sehingga terjadinya perpecahan pemahaman ditubuh organisasi Darud Da’wah
wal-Irsyad (DDI) pasca wafatnya Almarhum Gurutta Ambo Dalle yang tercinta - sesuai
apa yang saya dengar dan fahami dari kedua tokoh sentral di DDI baik itu DDI MK
maupun DDI AD - adalah adanya pemahaman bahwa DDI ini merupakan organisasi
kemasyarakatan yang besar setara dengan NU di jawa timur, Muhammadiyah dijawah
tengah; seharusnya tidak hanya bisa dipimpin oleh kiyai seperti gurutta saja,
tapi perlu dipimpin orang-orang yang memahami organasasi modern, sehingga DDI
bisa berkembang besar seperti NU dan Muhammadiyah yang mungkin bisa menjadi
basis poplitik dalam memperjuangkan Triologi DDI.
Disisi lain adanya
pemahaman bahwa DDI haruslah dipimpin oleh seorang Ulama seperti gurutta yang
berbasis pesantren, sehingga kekeramatan dan keberkahan ilmu yang dimilki oleh
santrinya terjaga, kebesaran DDI terletak kemampuan para santrinya untuk
mengaktualisasikan ilmu-ilmu yang di perolehnya di tengah masyarakat dimana
beliau berada.
Jadi
kesimpulannya ada yang berpendapat DDI Cukup dimpin oleh seorang Manager bukan
Ulama, Ulama atau kiyai cukup miminpin pondok pesantren DDI saja. Inilah awal
adanya perbedaan yang kita alami sekarang.... Mungkin saudara-saudaraku semua
dapat memahami dari mana kita memulai sehingga terjadi rekonsiliasi diantara
kedua pemahaman ini.
Ini hanyalah
pendapat saya pribadi setelah menyimak dan melihat adanya kekisruhan di tubuh
organisasi DDI selama ini, yang mau tidak mau berimbas atas kemorosotan
Pesantren-pesantren Terutama PONPES DDI Kaballangang.
Terakhir
kejayaan Kaballangang terlihat saat kami sempat melaksanakan penamatan Alumni tahun
1995 waktu kami jadi ketua OSIS, dan ternyata itu adalah awal dan akhir dari
adanya penamatan di ponpes DDI kaballangang... apalagi setelah gurutta
wafat....
No comments:
Post a Comment